Jumat, 27 April 2018

Cerita Dewasa - Petualangan Kakakku, Kak Alya (part 4 Tamat)


Semenjak kejadian terakhir beberapa minggu yang lalu kak Alya sepertinya agak kapok untuk keluar-keluar bugil lagi, sepertinya sih. Semoga kak Alya memang tidak eksib lagi sendirian di luar sana tanpa sepengetahuanku.

Tapi tetap saja kebiasaan kakakku yang suka menjahiliku tidak pernah hilang. Seperti mengembalikan kegiatan normal harianku, yaitu memeluk kakakku seharian yang selalu diakhiri dengan menodai tubuh seksinya dengan pejuku. Tapi setelah beberapa kejadian yang kulalui sampai saat ini, fantasiku pada kakakku kini semakin nakal. Awalnya aku memang tak terima mengetahui kakakku diperlakukan tak senonoh oleh orang asing yang baru saja kami kenal, bagaimanapun ia adalah kakakku, dan aku sangat menyayanginya meskipun aku terobsesi pada kakakku sendiri.

Obesesiku pada kak Alya kini semakin liar saja. Baik dengan pakaian sopan maupun pakaian minim, tetap saja pikiran kotorku selalu membayangkan yang tidak-tidak tentang kakakku. Apalagi selama ini aku belum pernah benar-benar melihat secara langsung apakah kakak benar-benar dicabuli dan berbuat yang tidak-tidak dengan mereka-mereka yang pernah bersama dengan kakakku.

Entah itu disengaja atau tidak, Kak Alya jadi sering sekali berpakaian minim dan sembarangan kalau di rumah. Bahkan menerima tamu juga dengan pakaian yang sembarangan, hanya pada teman-temannya dan orang-orang komplek saja dia mau muncul dengan pakaian yang sopan dan berjilbab. Tapi kalau hanya ada aku, atau di depan teman-temanku, ataupun saat menerima tamu asing seperti peminta sumbangan atau pengantar makanan, kak Alya selalu berpakaian minim dan mengumbar auratnya yang indah itu.

Setiap dia menerima tamu asing pasti aku selalu dibikin deg-degan dan panas dingin. Tidak hanya aku tentunya, tetapi juga tamu itu sendiri. Siapa sih yang tidak dibikin berdebar jantungnya dan mupeng berat saat melihat penampilan kakakku yang seksi itu? Dari peminta sumbangan, pengantar makanan, sampai tukang nasi goreng pernah melihat betapa seksinya kakakku ini. Bahkan menurut penuturan kakakku beberapa diantara mereka ada yang sempat mencicipi kenikmatan tubuh kakakku.

Walau tak terima, namun tak ku pungkiri kalau aku sendiri jadi ngaceng setiap mendengar ceritanya itu, karena aku memang sering dari dulu berfantasi membayangkan kak Alya yang cantik dan sopan di mata masyarakat itu mau dinodai oleh orang-orang seperti mereka. Belakangan ini aku sendiri jadi suka membayangkan kakakku ketika bersama tukang ayam bakar, bapak-bapak yang pernah disenggol mobilnya yang entah sopir atau bukan, lalu tukang nasi goreng. Dan bayangan-bayangan itu selalu membuatku terangsang dan selalu merasa tak puas apabila hanya membayangkannya saja. Apakah aku memang ingin kakakku mengalami hal itu kembali?

Saat ini aku sedang asik-asiknya nonton tv, dan kakakku sedang ada di kamarnya yang entah sedang apa.

"Deek... nanti kasih tau kakak yah kalau ada temen kakak yang datang, dia mau ambil kardus pakaian bekas layak pakai buat disumbangin ke panti asuhan" pinta kak Alya padaku dari kamarnya. Aku jadi ingat beberapa hari yang lalu kak Alya memintaku untuk mengumpulkan pakaian bekas layak pakai dariku. Kak Alya memang rajin mengikuti kegiatan bakti sosial bersama teman-teman kampusnya, seperti ke yayasan-yayasan panti asuhan untuk membantu memberi sumbangan kepada anak-anak yang terlantar dan butuh bantuan. Bahkan terlalu sering sampai aku sendiri kadang mendapati kakakku masih sibuk di luar saat aku pulang.

Tidak lama kemudian terdengar suara motor yang dilanjutkan dengan ada orang yang mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Apa itu teman kak Alya? Tapi dari suaranya sepertinya bukan. Suara pria tua!

"Kak, kayak ada yang datang tuh..." ujarku memberi tahu kak Alya.
"Teman kakak yah dek?" kak Alya bertanya sambil melongokkan kepalanya keluar dari celah pintu kamarnya. Melihat rambut indahnya yang terjuntai indah itu sepertinya kak Alya baru akan memakai jilbabnya.

"Kayaknya bukan kak... dari suaranya seperti orang tua kak, mana langsung masuk pagar dan ketok pintu rumah lagi"

"Orang tua? Apa mungkin dari dari yayasan yah?"
"Aku atau kakak nih yang bukain pintu? Kakak aja yah.." tanyaku saat kak Alya masuk lagi kedalam kamarnya. Sepertinya mau bersiap-siap menerima tamu.

"Iya deh... kakak aja yang buka" jawab kak Alya dari dalam kamarnya.

Aku memang selalu berfantasi nakal pada kakakku yang cantik ini, jadi aku selalu membiarkan kak Alya saja yang menerima tamu asing, namun diam-diam aku tetap selalu menjaga kakakku dari orang yang suka berbuat iseng pada kakakku.

Ketika kak Alya keluar dari kamar aku setengah terperanjat melihat busana yang dikenakan oleh kakakku.

Kali ini kak Alya menerima tamu yang entah siapa hanya dengan memakai kemeja. Kemeja putih lengan panjang, yang memang cukup dalam sampai menutupi pantatnya, namun paha putih mulusnya tetap terpampang bebas untuk dipandangi dengan leluasa. Tapi sepertinya kak Alya tidak mengenakan apa-apa lagi di balik itu. Dan benar saja! Cuma kemeja putih itu saja yang ia kenakan! Kemeja yang bahkan hampir transparant! Aku yang gak tahan melihat pemandangan menggoda itu otongku langsung menegang keras, jadi pengen onani saat itu juga.

Aku akhirnya hanya mengintip dari kejauhan sambil membayangkan hal yang tidak-tidak pada kak Alya.

"Eehh... non Alya?" ujar bapak peminta sumbangan itu terlihat sumringah saat kak Alya membukakan pintu. Aku seperti ingat sebelumnya siapa peminta sumbangan itu..

"Eh, Pak Amin, apa kabar?" sambil menjabat tangannya kak Alya tersenyum sangat manis. Ternyata lelaki itu adalah Pak Amin! Orang yang dulu pernah minta sumbangan ke rumah. Mau apa lagi dia ke sini!?

"Silahkan masuk dulu Pak... duduk dulu" ajak kak Alya ramah kemudian. Lagi-lagi dia mengajak orang yang tidak jelas masuk ke dalam rumah. Ampun deh kakakku ini.

Aku lihat Pak Amin terus menatap tubuh kak Alya dengan leluasa, tidak seperti dulu yang hanya dibatasi pagar rumahku. Tentunya dengan pandangan mupeng penuh nafsu. Ku yakin Kak Alya sadar kalau dia sedang dipandangi cabul oleh pria tua lusuh itu, tapi dia malah berlagak cuek. Posisi duduk kak Alya agak miring sehingga paha mulusnyalah yang terpampang bebas di hadapan pak Amin.

"Makasih ya non sebelumnya untuk niat non mau bantuin pondok panti asuhan di tempat saya, hehe.." sambil cengengesan matanya kulihat tak berhenti jelalatan melihat kakakku.

"Sama-sama Pak, biasa aja kok"
Ternyata pak Amin ini adalah salah satu pengurus pondokan panti yang dikunjungi kak Alya beserta teman-temannya waktu itu dalam sebuah acara amal kampus!

"Tapiii.. kok non Alya gak pake jilbab? Terus pakaiannya ini..." kata Pak Amin sambil menelan ludah. Aku rasa pak Amin mulai sadar kalau kak Alya tidak memakai apapun lagi di balik kemeja itu. Aku yang melihat dari jauh saja bisa langsung tahu kalau kak Alya tidak memakai apapun lagi dibaliknya, apalagi oleh Pak Amin yang tepat duduk di depannya.

"Begini gimana sih Pak?" tanya kak Alya pura-pura tidak mengerti.

"Itu... bajunya... terbuka gitu... auratnya nampak lho..."

"Hmm... kan di rumah aja pak... lagian cuacanya panas banget" jawab kak Alya santai.

"Ohhh... gitu, iya juga yah non... gerah nih, hehe.." ujar pak Amin magut-magut namun matanya tetap terus memandangi tubuh kakakku ini, terutama pahanya. Aku yang melihat pemandangan ini jadi semakin panas dingin. Kakakku yang cantik bening putih mulus dengan pakaian minim sedang bersama pria tua lusuh. Sungguh kombinasi pemandangan yang bikin darah berdesir. Aku jadi berpikir jorok seandainya pria tua itu kini yang ngentotin kak Alya. Menggenjotnya dengan liar sampai menumpahkan pejunya di dalam memek kak Alya.

"Emang kenapa pak dengan pakaian saya?" tanya kak Alya menyadarkan lamunan mesum pak Amin juga lamunan mesumku.

"Eh, nggak... cuma kan waktu itu non ke tempat kami pake jilbab, baju non Alya waktu itu sopan banget" jawab pak Amin seperti sengaja mengarahkan kak Alya. Ya, waktu itu tentu saja kak Alya berpakaian sopan lengkap dengan jilbabnya, berbanding terbalik dengan saat ini yang hanya memakai kemeja putih tipis, setelan yang sangat memamerkan aurat.

Aku hanya bisa membayangkan apa isi kepala orang ini setiap kali bertemu dengan kakakku. Apakah acara yang bersifat amal untuk ibadah itu mampu membersihkan isi kepala yang sudah kotor semenjak bertemu kak Alya dari balik pagar itu? Rasanya tak mungkin, apalagi melihat posisi duduknya sekarang yang sudah seperti orang tak nyaman lagi, entah apa yang mengganjal di bawah sana.

"Hihihi... Tapi tetap cantik kan pak?" tanya kak Alya malah menggoda bapak itu.

"Cantik dong... malah lebih cantik begini, hehehe"
"Huuu... Pak Amin ini bisa aja"

"Emang di rumah gak ada orang ya non?" tanya pak Amin.

"Ada kok, ada adeknya Alya di rumah"
"Terus emang adeknya non gak risih lihat kakaknya pakai baju seperti ini? Adeknya non cowok bukan?"

"Iya... adek saya cowok Pak... masak risih segala? Kan kakak sendiri, hihihi... kalau gak percaya tanya aja sendiri" jawab kak Alya sambil tertawa renyah, kemudian tiba-tiba kak Alya memanggilku. "Deeeek, sini deeh.." teriak kak Alya. Duh, kak Alya ini ngapain sih manggil aku segala!? Aku yang bingung kenapa dipanggil akhirnya keluar juga menemui mereka. Aku lalu bersalaman dengan pak Amin dan duduk bersama mereka di sana.

"Itu... Emm... Kamu beneran gak masalah lihat kakakmu pake baju kayak gini?" tanya Pak Amin benar-benar menanyakan hal itu padaku.

"Ng...nggak sih Pak..."
"Emang kamu gak nafsu? Hayo, jawabnya yang jujur..." tanya Pak Amin lagi seperti mengintrogasiku. Dia sepertinya penasaran apakah aku punya nafsu atau tidak terhadap kakak kandungku sendiri.

"Nafsu sih... hehehe" jawabku apa adanya mengingat dia orang asing yang bukan dari daerah sini sehingga aku tidak peduli, karena aku memang benar-benar sedang bernafsu melihat kakakku sendiri. Mendengar jawabanku kak Alya langsung mencubit gemas perutku.

"Dasar kamu ini... jangan bilang kalau burungmu ngaceng sekarang!?" ucap kak Alya dengan wajah pura-pura kesal.

"Emang ngaceng kok kak..." kataku makin berani yang dibalas lagi dengan cubitannya. Bahkan seperti tak bisa kutahan lagi, aku kembali nyerocos..

"Kakak sih pake baju begitu... mana tahan coba, aku kan cowok tulen juga. Kak Alya udah cantik kayak bidadari, imut, bening, terus pakai baju kayak gitu. Siapa yang gak nafsu coba? Iya kan pak?" kataku sengaja menanyakan pendapat pak Amin.

"Eh, I..iya... tuh kan Non Alya, adek non Alya ternyata nafsu lho sama non, hehe" ujar Pak Amin.

"Tau nih pak, saya juga baru tahu, hihihi... beneran dek? Berarti kamu sering dong ngayal yang jorok-jorok tentang kakak?" tanya kak Alya padaku.

"Se-sering kak..." jawabku agak malu. Aku tidak menyangka kak Alya akan bertanya seperti itu di depan orang lain, namun ku jawab saja.

"Kamu ini... emang ngayal apa aja?" tanya kak Alya lagi seolah mengarahkanku, tapi seperti kesempatan buatku inilah saatnya aku mengungkapkan lagi keinginan terdalamku, yang bedanya kali ini di depan orang asing.

"Ummm... ngayal bisa ngentot dengan kakak..."
"Hah? Adeeek.. kita itu saudara kandung tahu... masak kakak dientotin sama adek sendiri sih? Hihihi, mesum! Terus apa lagi dek? Itu aja?" tanya kak Alya yang sepertinya juga sangat tertarik dengan semua khayalan jorokku padanya. Dia sepertinya tidak malu lagi bertanya seperti itu padaku di depan tamu itu. Entah apa yang membuatnya begitu.

"Masih ada lagi kak..."
"Apa tuh dek? Keluarin aja semua khayalanmu tentang kakak, kakak pengen dengar loh... Kamu pengen kakak dibobo'in sama siapa aja yah?" Duuuhh... mendengar perkataannya itu sungguh membuat aku jadi panas dingin.

Kenakalan dan kenekatan kakak sepertinya muncul lagi. Sungguh pertanyaan yang tidak pantas dari seorang kakak pada adeknya. Tapi dengan kondisi pikiranku yang sudah kotor dari kemarin-kemarin akhirnya ku utarakan juga semua fantasi liarku padanya.

"Aku juga sering ngebayangin kakak waktu sama tukang ayam bakar, bapak-bapak yang bawa kak Alya sampai malam, juga tukang nasi goreng waktu itu.." jawabku dengan suara pelan mengungkapkan semuanya.

"Ya ampun dek.... Masih penasaran yah adek? Hihihi... Berarti barusan ini kamu ngayalin kakak digituin Pak Amin juga dong?" tanya kak Alya menebak sambil melirik ke arah pak Amin. Terang saja pak Amin jadi salah tingkah dan menelan ludah.

"I-iya kak..." jawabku malu karena isi pikiranku ketahuan olehnya.

"Emang kalau kejadian kamu mau ngelihatnya dek?" tanya kak Alya dengan lirikan nakal yang membuat aku berdebar mendengarnya.

"M..maksudnya kak?"

"Iya, kalau kakak akhirnya beneran di-en-tot-tin Pak Amin, kamu pengen lihat?" tanya kak Alya dengan nada suara lirih menggoda, bikin penisku makin ngaceng saja dibuatnya. Ku lihat Pak Amin juga terkejut dan terdiam saja mendengar ucapan kakakku barusan.

"Ga-gak tahu deh kak..." Aku memang tidak tahu apa yang akan ku lakukan jika hal itu akhirnya betul-betul terjadi. Di satu sisi tentunya aku tidak rela, dia kakak kandungku sendiri, masa dentotin orang lain seenaknya di hadapanku. Namun di sisi lain itu merupakan imajinasi liarku terhadap kak Alya dan aku sungguh penasaran ingin melihatnya.

"Ngomong-ngomong, Non Alya kapan main main ke panti lagi... anak-anak pada kangen lho... hehe" tanya Pak Amin mencoba mendinginkan suasana.

"Alya juga kangen Pak... Apalagi sama Romi, Dodi, Budi dan Gito, hihihi" ujar kak Alya. Kok nama-nama yang disebut kak Alya cowok semua sih?

"Iya... Non Alya sih cantik banget, baik lagi. Terang saja mereka kangen..."
"Hmm... libur semester ini deh ya.. Kan kalau gak sibukan Alyanya bisa leluasa waktunya..." tawar kak Alya.

"Waaaah... silahkan banget non, anak-anak pasti senang banget non Alya datang lagi. Nginap aja sekalian non..."

"Nginap? Ngg.... Boleh deh..."
"Wah, gak sabar saya, eh... maksudnya anak-anak, hehe"

"Gak sabar kenapa Pak?"
"Eh, nggak non...hehe" Pak Amin hanya cengengesan mesum.

"Oh iya Pak, bentar yah... Alya mau siapin uang dan pakaian yang buat disumbangin..."
"Ooh, silakan non... kirain yang di depan mata yang mau disumbangin, hehe.."

"Iiihh, adeeek... Pak Amin mulai deh... Hihihi... bentar yah..."kata kak Alya bangkit dengan sedikit hati-hai agar vaginanya tidak terbuka dan terlihat oleh kami berdua, gayanya itu bikin aku gemas. Tapi tunggu, dia sepertinya lebih berusaha menutupi vaginanya dari pandanganku daripada menutupi vaginanya dari pandangan Pak Amin. Ku lihat tadi pak Amin meneguk ludah saat melihat ke arah selangkangan kak Alya. Kakakku sendiri sepertinya tidak ambil pusing dengan pandangan pria tua itu. Seperti sudah niat banget bikin pria itu pusing atas bawah.

Kak alya lalu menuju ke dalam kamarnya untuk mengambil duit. Dia kembali tidak lama kemudian dengan membawa amplop yang sepertinya berisi uang.

"Dek, kakak minta tolong donk beliin cemilan dan minuman, masa tamu gak dikasih apa-apa" suruh ak Alya sambil menyerahkan uang itu padaku.

"Lha, kok aku sih kak?"
"Terus? Masak kakak sih yang pergi pake baju kayak gini? Buruan gih sana..." suruhnya lagi. Akupun terpaksa menuruti. Dengan buru-buru aku segera ke mini market. Aku tidak ingin membiakan kakakku yang cantik sendirian bersama pria itu di rumah. Tapi sial banget mini market ini sedang rame-ramenya. Mungkin ada sekitar 15 menit sejak aku pergi tadi sampai balik ke rumah lagi. Tapi untungnya aku tak bertemu dengan penjaga kasir malam itu, di mana untuk pertama kalinya aku dan kak Alya mengutil kaos demi menyelamatkannya dari kumpulan orang-orang bermotor. Tapi tetap saja akhirnya jatuh ke pelukan tukang nasi goreng, huh!

Aku terkejut saat aku pulang tidak menemukan kak Alya dan pak Amin di ruang tamu. Aku panik, dan dadaku berdebar kencang. Kemana mereka? Melihat kardus pakaian yang akan disumbangkan masih tergeletak di lantai berarti Pak Amin masih ada di dalam rumah ini. Nafasku semakin tercekat saat melihat kemeja putih yang dikenakan kak Alya tadi tergeletak sembarangan di lantai. Apa kak Alya tidak memakai apa-apa sekarang? Apa dia telanjang? Sejak kapan dia membuka kemejanya itu? Tapi masalahnya dia ada dimana sekarang? Akupun langsung mencari ke dalam rumah.

"Kaaaaak? Dimana sih?" teriakku memanggilnya.

"Di sini dek, di dalam kamar mandi.."
"Kak.. kardusnya masih di ruang tengah, Pak Aminnya dimana?"

"Ummm... ini kakak lagi sama Pak Amin di dalam, dek...." Sahut kak Alya yang bagai halilintar di kupingku. Badanku langsung lemas mendengarnya, tapi tak lama penisku malah langsung ngaceng maksimal. Benarkah Pak Amin bersama kak Alya di dalam sana?

"Kaak!"
"...." tak ada jawaban di dalam sana. Apa yang terjadi di dalam? Apakah akhirnya aku akan melihat semua ini? di depan mataku sendiri bahwa kakakku benar-benar dientotin orang-orang asing seperti yang aku bayangkan selama ini?

"Ngapain sih kak di dalam kamar mandi berdua?" tanyaku dari balik pintu kamar mandi. Perasaanku sungguh campur aduk saat itu, antara bingung, cemas, sakit hati, dan horni. Kakak kandungku yang cantik bening sedang berduaan dengan pria tua lusuh di dalam kamar mandi!

"Gak tahu nih Pak Amin.... Waktu kamu pergi tadi, dia langsung nyerang kakak. Nakal banget ngga sih dek? Kamu marahin gih..." jawab kak Alya seakan tidak bersalah, padahal tingkah lakunya itu yang membuat pria manapun akan khilaf untuk menikmati tubuh binalnya. Ternyata walaupun kakakku ini selalu memakai jilbab kalau keluar rumah, tapi kelakukannya seperti lonte. Bahkan lonte saja dibayar. Ugh, aku sebagai adeknya sendiri dibikin mupeng berat karena ulahnya ini. Kak Alya binaaaaal!

"Dek Aldi.... Kakakmu yang nakal banget ini udah bikin bapak nafsu. Jadi boleh kan bapak hukum?" tanya Pak Amin padaku.

"Eh, I-itu..." aku tidak tahu menjawab apa. Sebagai seorang adek tentunya aku harus melindungi kakak perempuanku, tapi untuk kali ini nafsuku mengalahkan logika. Aku membiarkan kakakku diberi pelajaran karena perbuatan nakalnya itu.

"Terserah bapak" jawabku pasrah.

"Adeeeeeeekkk.... Kamu jahat.... Huuuu... huuu..." ucap kak Alya merengek, tapi selanjutnya malah terdengar suara kak Alya menjerit manja "Kyaaaaaaaaaa....... Paaaaaak, ampuuuun, hihihi..." diiringi suara benturan pintu pada kamar mandi. Seperti suara seseorang didorong sampai menubruk dan tetap bersandar pada pintu itu. Aku hanya bisa membayangkan Pak Amin yang mendorong kak Alya sampai menempel ke pintu kamar mandi, lalu dari suara pintu yang terdorong berkali-kali sepertinya bandot tua itu menggenjot kakakku dengan liar. Tepat di balik pintu itu ada aku, adeknya yang hanya bisa membayangkan persetubuhan mereka di dalam sana.

"Kak...." Panggilku sedikit cemas, karena tampaknya kakakku betul-betul digenjot dengan liarnya oleh Pak Amin. Hentakan pintu kamar mandi kami sampai berdebam kencang.

Terdengar suara kak Alya "Deeekkkk... kakakmu sedang dientotin dek.... Ssshhh.... Kakak kandungmu... dientotin sama peminta sumbangan... sssshhh...." Mendengar omongannya itu aku kini malah mengocok penisku, aku hanya bisa mengocok penisku sambil membayangkan apa yang sedang terjadi di balik pintu ini. Aku tidak menyangka kalau kak Alya memang nakal seperti ini. Berarti cerita-cerita kak Alya selama ini benar adanya. Hatiku semakin sakit, tapi kenapa aku juga semakin horni dibuatnya!? Sialan.

"Ughhh... Kak Alya nakal..." erangku. Namun akhirnya aku memilih untuk menikmatinya saja, toh ini memang fantasiku dari dulu, meskipun aku masih tidak menyangka kalau ini benar-benar terjadi.

"Iyaaahhh.... Kakakmu ini nakal dek... Aaaahhh.... Kamu suka dek? Kamu lagi onani ya sekarang?" tanya kak Alya menebak dengan suara manja terengah-engah.

"Iya kak, aku lagi onani... kak... aku pengen lihat boleh?"
"Ngghh... lihat apa dek?"
"Lihat kak Alya dientotin sama Pak Amin"

"Jangan dek... gak boleh... masak kamu lihat kakak sendiri ngentot sih? Kamu onani sambil bayangin kakak aja yah... nggghhhh... Pak... pelan-pelan... sshhh"

"Ughh.... Kak... aku pengen lihat nih..."
"Gak boleh... ngghh... Pak Amiiiinn.... genjot Alya yang kencang pak... biar adeknya Alya makin enak ngebayanginnya..." suruh kak Alya pada pak Amin.

"Eeegghh.. Iya non Alya.... Bapak hantam yang kuat yah, nih!" kata pak Amin. "Plak plak plak!" terdengar suara peraduan kulit yang semakin keras.

"Ahhh... kakak jahat! Dasar kakak perempuan nakal!" racauku sambil mempercepat kocokanku.

"Iya.... Kakakmu perempuan nakal dek.... Kamu bayangin yah dek... kakakmu yang keseharian berpakaian sopan... dan berjilbab... lagi dientotin sekarang... sama pria tua gak jelas... Deeeekkk... bayangin dek... bayangin... enggggghhh" erang kak Alya.

Aku sungguh tidak kuat mendengar omongan kakakku. Persetubuhan mereka juga sungguh sangat heboh. Belum pernah aku merasakan seperti ini sebelumnya. Tanganku juga semakin cepat mengocok penisku. Sepertinya sebentar lagi aku akan muncrat.

"Kak Alya.... Aku pengen muncrat nih..." teriakku.

"Bapak juga dek Aldi..." malah pak Amin yang menyahut.

"Ya sudah berengan aja yah kalian muncratnya... Pak Amin keluarin di vagina Alya, tapi adek keluarin di pintu aja yah dek... gak apa kan dek?" ujar kak Alya yang tentu saja aku tidak terima.

"Yah... kak, aku juga pengen muncrat di dalam memek kakak..." rengekku.
"Hihihi... Jangan dong dek... ntar kakak bisa hamil anak kamu. Masa kakak dihamili adek sendiri? Gak boleh ya adekku sayang..." tolak kak Alya. Jadi dia lebih memilih sperma pak Amin untuk memasuki rahimnya? Pria tua yang tidak jelas itu?

"Agghhh.... Kak Alya nakal... kak Alya lontee!" teriakku yang hanya disambut desahan kak Alya.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sedikit, kak Alya mengeluarkan kepalanya. Tubuh telanjangnya masih tertutup pintu, begitu juga tubuh pak Amin yang sepertinya masih menggenjot tubuh kakakku dengan kasarnya, terlihat dari guncangan-guncangan tubuh kakak.

"Gini aja yah dek? Cukup kan?" ujar kak Alya. Ahhhhh... Kak Alya rese, aku cuma kebagian ngelihat wajahnya saja sedangkan pria tua itu dapat dengan nikmatnya dapat melihat seluruh tubuh bugil kak Alya, bahkan menghujam vagina kakak kandungku yang cantik ini.

Tubuh kak Alya terhentak-hentak dengan hebatnya, tapi dia masih saja berusaha tersenyum padaku, bikin aku tambah horni dan semakin tidak tahan saja. Tampak wajah kakakku memerah dan mandi keringat. Di mulut, pipi, bahkan mungkin seluruh wajah kak Alya juga ada banyak cairan bening yang sepertinya adalah liur pak Amin yang menambah kilapan cantik pada wajah kak Alya.

"Ngghhh... kak... Aku keluar!"
"Iya deeek... keluarin aja..."
"Bapak juga pengen muncrat non Alya... terima nih peju... bapak bikin hamil lo!" erang pak Amin, kak Alya juga mengerang manja. Dan...

"Croooooooootttttt" tumpahlah pejuku di hadapan kak Alya.

Dibalik sana, pak Amin juga sepertinya sedang memindahkan benihnya ke rahim kakakku. Terlihat dari tubuh kakak yang sedikit terdorong kedepan seolah ingin menghujamkan sampai mentok ke mulut rahim kakakku. Aku tidak dapat membayangkan kalau akhirnya nanti kak Alya bakal hamil, hamil anaknya pria tua lusuh ini.

Aku yang terengah-engah kecapean akhirnya mundur dan duduk di kursi di belakangku.

"Udah kan dek...? Enak?" tanya kak Alya dengan senyum manis padaku.
"I-iya kak, enak..." Sial! Kenapa aku menikmati ini semua!?

Tiba-tiba pak Amin melongokkan kepalanya dan mencium bibir kak Alya, lalu berkata padaku, "Enak ya dek Aldi? Bapak juga enak... nih kontol bapak masih nancap di memeknya kakak kamu... kayaknya bakal bisa satu ronde lagi deh... boleh kan dek Aldi kalau bapak entotin kakakmu sekali lagi?"

"Boleh nggak dek? Kakakmu mau dientotin sekali lagi nih.... Tapi kamu udahan kan yah? Jadi pintunya kakak tutup lagi yah dek... hihihi" aku hanya diam tidak berkata. Tenagaku sudah habis. Sungguh kakakku ini nakal banget.

Pintupun tertutup rapat dan mereka melanjutkan ngentot-ngentotan lagi di dalam kamar mandi. Bahkan lebih heboh dari yang sebelumnya. Suara kak Alya yang mengerang-ngerang dan menjerit manja akan kenikmatan sungguh terdengar sangat erotis.

***

Setengah jam kemudian, akhirnya kak Alya dan Pak Amin keluar dari kamar mandi. Kak Alya terlihat sangat segar. Rambut basahnya tergerai dengan indahnya. Dia keluar dengan menutup tubuh basahnya dengan handuk, seakan masih saja menggodaku dengan sengaja membatasi pandanganku pada tubuhnya walau sehari-hari aku cukup sering melihatnya bertelanjang di rumah. Padahal di kamar mandi dengan pria tua yang entah siapa, dia mau saja bertelanjang bulat membuka semua auratnya, sampai entot-entotan pula. Bikin kesal aja nih kak Alya, tapi juga bikin aku horni berat.

"Kak, buka dong handuknya... masak sama adek sendiri tega..." kataku memelas ingin juga melihat kakakku ini polos di hadapanku.

"Hmm? Kamu pengen lihat kakak bugil dek?"
"Iya kak.... pengen banget" kataku lagi, dia hanya senyum-senyum manis padaku.

"Ntar aja ya dek... Pak Amin, bantu Alya pilih baju dong ke kamar..." ajak kak Alya pada Pak Amin. Sialan banget, malah ngajak Pak Amin, enak bener tua bangka sialan itu. Aku ingin memprotes, tapi mereka sudah keburu masuk ke dalam kamar kak Alya, lalu menutup pintu. Hanya terdengar suara cekikikan kak Alya setelahnya. Sepertinya tubuh kakakku sedang digerepe-gerepe oleh Pak Amin dengan leluasa dan sebebas-bebasnya di dalam sana. Atau mereka sedang ngentot lagi? Ugh... Kak Alya...

Ternyata setelah beberapa menit akhirnya kak Alya keluar bersama pria tua itu. Kak Alya memakai setelan yang baru dibelinya 3 hari lalu dan baru pertama kali ini dipakai. Kemeja pink lengan panjang, rok panjang, lengkap dengan jilbab putihnya. Kak Alya terlihat begitu cantik dan seks meski pakaiannya terbilang sopan dan tertutup. Sungguh berbeda dengan penampilannya sebelum mandi yang sangat terbuka dan mengumbar aurat. Kak Alya sekarang juga memakai harum-haruman yang membuat pria-pria semakin klepek-klepek padanya. Tapi melihat penampilan seperti ini apakah kakak mau keluar?

"Mau keluar yah kak?" tanyaku agak lemas

"Ummm... menurut adek?" jawab kak Alya cuek sambil berkaca di depan cermin, memastikan kalau penampilannya sudah cantik. Kakak itu sudah cantik banget kok kak... gak perlu bercermin segala orang-orang udah tahu, ucap batinku agak sedih. Sudah ditinggal ngentot, kini akan ditinggal pergi.

"Ya udah ati-ati aja di jalan..." jawabku seakan juga tak peduli padanya walau aku ingin rasanya menemaninya terus setiap waktu.

"Hihihi... adek tuh yaaa, digodain aja udah menyun kayak gitu... emang gak boleh kakaknya tampil cantik buat adeknya di rumah?" jawab kak Alya sambil tersenyum imut mengerling padaku.

"Uuuhh, kakaak..." jawabku pura-pura merajuk, padahal mendengarnya saja membuat badan ini menjadi terasa hangat. Ternyata kakak tidak akan pergi kemana-mana. Kak Alya bagaimanapun juga tak pernah melupakanku sama sekali. Aku makin sayang padanya, walau aku masih sedikit kesal karena mau-mauan aja digagahi orang macam Pak Amin.

Selesai Pak Amin mengangkut kardus berisi pakaian bekas itu ia mohon pamit pada kami berdua.

"Yuk mari non, dek Aldi... bapak pamit dulu yak.."
"Iya Pak Amin, hati-hati di jalan yah..."

"Jangan lupa yah non janjinya, hehehe... ditungguin lho sama anak-anak di sana.."
"Iya, nanti Alya sempetin deh"

"Kasihan anak-anak di sana, katanya udah pada ngebet pengen ketemu non... pada udah gak tahan, hehehe..." sambil bawa kardus itu ia cengengesan, entah apa yang dia maksudkan, tapi pasti hal mesum.

"Denger gak tuh dek? Emang pada ngebet ngapain sih Pak Amin, hihihi..."
"Ngebet mau disumbangin lagi sama non Alya, hahaha!" tawanya yang lepas memperlihatkan gigi-giginya yang menguning dan penuh plak hitam. Tak terbayang seperti apa bau mulutnya. Entah bagaimana kak Alya bisa tahan dicium orang seperti itu.

"Ya udah bapak hati-hati di jalan ya, kakak saya mau istirahat dulu deh kayaknya.." potongku sambil menutup pagar dan meninggalkannya masuk kedalam rumah.

Sepeninggalnya orang bejat itu dari rumahku aku melihat kak Alya sedang duduk melihat tv di ruang tengah. Melihat kakakku mengenakan pakaian tertutup itu malah semakin menambah kecantikannya dan membangkitkan birahi dalam diriku. Apalagi kini hanya tinggal aku berdua dengan kakakku di rumah. Belum apa-apa penisku sudah memberontak hebat.

"Adeeek... ngapain sih liat-liat kakak kayak gitu?"
"Kakak cantik siih.."

"Hihihi, gombal iih adek nih... terus apalagi?"
"Kak Alya juga seksi..."

"Ooh, gituu? Kalo seksi memang kenapa dek?"
"Anu kak.. rasanya adek pengennn..." belum selesai aku mengucapkan lanjutannya tiba-tiba hape di kantongku berbunyi. Seperti mengganggu di waktu yang tepat aku buru-buru membuka supaya aku bisa kembali keurusan yang telah kunanti-nantikan ini, yaitu berduaan dengan kakakku. Berharap bisa mendapatkan perentotan yang kuinginkan sejak lama.

'Bro... kapan nih kita bisa main PS lagi kerumah lo bro
Ajak kakak lo sekalian maen biar rame yak, hehe..' bunyi pesan itu.


"Siapa dek?"
"Eehh.. bukan siapa-siapa kakakku yang cantik, heheh.." jawabku tak nyaman karena gangguan ini yang sekejap bisa membuat otongku lemas.

"Ooh.. ya udah deh, kakak tidur dulu yah.."
"Loh! Kok tidur kak? Aku kan masi kentang kaak?"

"Sini, biar kakak rebus kalo kamu kentang, hihihi..."
"Uuuhh, kakak.. aku beneran kentang juga, malah dibecandain.."

"Makanyaaa, sini adek kakak rebus biar kepanasan, gak mau kakak bikin panas? Hihihi.."
"Hah? Eh, mau deh kak, mau ampe adek kepanasan, mau kaak!" jeritku menyerbu kearah kakakku.

****



Hampir setiap hari kini aku suka mengawasi depan rumahku sendiri seperti orang yang paranoid. Kejadian terakhir di mana kak Alyaku digagahi sungguhan oleh Pak Amin benar-benar membuatku menjadi terbayang-bayang setiap saat. Bahkan yang tak bisa kulupakan benar adalah ketika kak Alya dipaksa oleh bandot tua itu untuk memuaskan nafsu bejatnya di dalam kamar mandi. Yang mana aku hanya kebagian melihat ekspresi wajah kak Alya yang sengaja melongok keluar dari celah pintu ketika mereka melakukan hubungan badan berdua denga heboh.

Seolah terjawab sudah semua rasa penasaranku selama ini, bahwa kakakku yang cantik, berjilbab, sopan dan terhormat memang benar-benar melakukan semua persetubuhan itu dengan orang-orang yang tak jelas asalnya itu secara diam-diam. Dari tukang antar makanan, sopir tak jelas, sampai tukang nasi goreng bahkan bandot tua peminta sumbangan juga ambil kesempatan menyerobot untuk menikmati tubuh indah dan bening kakak kandungku.

Yang tadinya kakakku hanya menjadi objek fantasiku saja kini benar-benar seperti ingin mewujudkan semua keinginanku. Hanya saja kini aku malah seperti tidak rela. Tapi entah tak rela karena tak ingin kakakku digagahi orang-orang asing seperti mereka-mereka, atau memang aku yang ingin juga ikut merasakan tubuh seksi kakakku juga..

Melihatnya berseliweran di rumah hanya mengenakan tanktop, celana pendek dan ketat, membuat pikiranku tak hanya terbang untuk membayangkan andaikan aku dapat menggagaghi kakakku sendiri, tapi laki-laki seperti apa lagi yang akan beruntung menindih paksa kakakku yang memang suka kecentilan sama orang-orang aneh itu. Tak heran mereka pasti terkonak-konak menghadapi gaya manjanya kak Alya.

Setelah pertemuan terakhir dengan Pak Amin aku belum melihat kak Alya didatangi orang tua itu ataupun pergi untuk urusan bakti sosial lagi. Walau jujur aku tak suka melihat Pak Amin memaksa untuk menuntaskan hasratnya pada kakakku, tapi tak bisa kupungkiri melihat kekontrasan dua tubuh berbeda strata itu saling bergerak terguncang ketika bersetubuh selalu membuatku jadi ingin melihat lagi. Dan apabila memang suatu saat nanti akan mengunjungi tempat yayasan yang Pak Amin kelola, aku jadi tak tahu harus mencegah kak Alya, atau malah aku ingin menonton kakak kandungku diperlakukan seperti itu lagi. Aku sangat kesal bila harus selalu berada di posisi tersiksa seperti ini. tapi aku tak bisa memungkiri aku juga menikmatinya.

Senakal-nakalnya kak Alya menyiksa birahiku, ia juga tetap kakakku. Apalagi sudah beberapa hari ini kak Alya sengaja tidak keluar rumah hanya untuk menemaniku di rumah saja. Habis sudah kakak aku crotin seperti aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk bersama dengan kak Alya sampai-sampai kak Alya tidak ikut kuliah beberapa hari. Yang mana aku sengaja bolos sekolah juga demi tak mau melepas kesempatan untuk berduaan saja bersama kakakku. Kak Alya memang marah apabila aku tak sekolah, tapi aku berjanji untuk ikut les siang ini agar tak ketinggalan amat pelajaran sekolah.

"Diminum dulu deh, masa udah mau pulang aja, minumannya cuman diliatin aja"
"Iya, makasih yaa... nih pada kita minum"

"Tapi makasih banget loh ya, Fahri, Echi, Lala, sama Rudi... udah pada jauh-jauh kesini nengokin Alya..."

"Ah, biasa aja kali Alya, namanya juga temen sekampus... ya udah kita pada pamit dulu yah Alya.. yuk Aldi, kita pada pamit yah..." sapa teman kak Alya ketika mereka semua hendak pamit setelah datang menjenguk kakakku yang sudah beberapa hari ini tidak mengikuti jadwal kuliah di kampus.

Beberapa hari ini kak Alya sengaja hanya ingin berada di rumah saja dan tidak ingin keluar kemana-mana. Aku sendiri tidak tahu apa maksudnya, tapi kesempatan berduaan dengan kakakku tentunya tak akan kulewatkan.

Penampilannya sekarang pastinya berbeda dengan bila hanya berdua denganku yang kadang nyaris tanpa pakaian. Saat ini dia menerima tamu teman-teman kampusnya dengan busana serba tertutup, berjilbab, kemeja lengan panjang, dan rok yang menutupi sampai ke bawah mata kaki. Kak Alya terlihat sangat cantik dan anggun.

Aku yang sedang asik bermain PS di ruang tengah hanya mendengar saja pembicaraan mereka di ruang tamu hingga akhirnya tamu-tamu kak Alya pamit dan memanggilku. Fiuh, akhirnya mereka pulang juga. Aku ingin segera berduaan dengan kak Alya lagi.

"Adeek, temen-temen kakak mau pamit niih.. sini dooonk..."
"Hehehe... iya kaak..." susulku keruang tamu sambil cengengesan berdiri di samping kak Alya.

"Balik dulu yah Aldi... kamu jagain tuh kakakmu, jangan ampe Alya kecapean ngurusin kamu doank, hihihi..." ujar salah satu teman kak Alya yang namanya Echi itu. Manis juga sih kalau dilihat, sama-sama berjilbab, dan imut juga, hanya saja kak Alya tetap yang tercantik dan terseksi buatku. Dan yang pasti kakak ternakal dalam hidupku.

"Tuuuh deeek... dengerin kata temen-temen kakak, ngurusin semua keinginan kamu udah kayak pengen ngelahirin ajah, hihihi..." jawab kak Alya bercanda sembarangan yang disambut tawa teman-temannya.

"I-iya deh kak.." aku menjawab malu, tapi segera merapatkan tubuhku tepat di sebelah kakakku.

"Iya iya doank kamunya tuh Aldi... makanya cari pacar donk biar nggak gangguin kakakmu terus, hihihi..." celetuk mereka yang makin lama makin menyudutkanku seolah aku seperti anak manja yang hanya bisa mengganggu saja. Tapi apa yang dilakukan oleh kakakku berikutnya benar-benar membuatku tak kusangka. Tiba-tiba kak Alya merangkulku sambil mengacak-acak rambutku dan tersenyum manis.

"Hihihihi... namanya juga Aldi, Chi... Apa jadinya dia kalau ngga ada kak Alya disampingnya, iya yah dek?"

"Hehehe... kakaak.." sambil tersenyum malu makin merapatkan tubuhku dalam rangkulan kak Alya yang mengakibatkan kepalaku semakin menekan ke payudaranya. Rasanya sungguh lembut serta empuk sekali. Hampir mimisan aku dibuatnya.

Sambil masih berangkulan di teras rumah mereka akhirnya pulang bersamaan dan meninggalkan kami berdua yang masih saja saling mendekap. Aku rasanya tak ingin lepas dari situasi yang hangat ini.

"Adeeeek... mereka udah pulang tuh deek..."
"Hehehe.. iya tuh kak, tinggal kita berdua deh.." kataku sambil mulai melingkarkan tanganku pada pinggang kakakku yang ramping. Dan perlahan tapi pasti otongku yang mulai menegang keras kutempelkan pada pinggul kak Alya.

"Iiih... mulai deeeh... kayak ada yang nohok-nohok kakak nih di bawah, hihihi... apa tuh yaaa?"

"Kak Alyaaa... pengeeen... boleh yaaa.." ucapku memelas sambil cengengesan melihat kakakku yang tersenyum pura-pura risih kuperlakukan seperti ini.

"Adek tuh pengen apa siiih?"
"Pengen lagi kaaak..."

"Haduuuh.. kamu tuh yaaa..." dengan gemas kak Alya mencubit hidungku sambil melanjutkan, "abis deh pakaian-pakain kakak kalo kayak gini... kamu mau jadi kayak anjing yah nandain semua pakaian kakak pake peju kamu, hihihi... dasar mesum..."

"Hehehe.. kan mesumnya sama kak Alya doang... pliss donk kaak, lagiii..."
"Tapi beneran yah abis ini kamu les bimbel... pake bolos sekolah segala kamu tuh... mau jadi apa sih nanti gede?"

"Mau jadi suami kakak, hehehe... kak Alya jadi istriku deh..."
"Hihihi... gila kamu dek, lucu dong ada adek yang nikahin kakaknya sendiri. Kamu pengen yah nikahin kakak?"

"Mau banget kaaak! Mauuu!" jeritku sambil memeluk tubuh kak Alya makin kencang.

"Iya dek... boleh nikah... tapi gak boleh kawin, hahaha!" tawa kak Alya meledak menurunkan kesenangnaku dalam sekejap. Tapi justru membuatku makin gemas karena tingkahnya yang suka menggodaku itu.

"Aahh! Kak Alya nakaal!"
"Iiih adeeek! Lepasin doonk.. geli nih deek! Hihihi! Adeeek!" kami bercanda sambil aku masih memeluk kak Alya dari belakang yang akhirnya kami terduduk di kursi teras dengan kak Alya terpangku di atas dudukku hingga menjepit kontiku karena kedudukan pantat kakak dengan agak keras. Sambil masih memeluk kakak kami malah jadi terdiam berdua. Dengan suasana siang hari di mana di luar pagar rumah banyak orang lalu lalang. Ada yang berjualan, ada anak-anak pulang sekolah, juga ada rombongan ibu-ibu yang sedang ngerumpi sambil berjalan melewati depan rumah kami. Memikirkan semua aktifitas di luar dengan posisi seorang kakak yang sedang menduduki adik kandung dengan penisnya yang sedang menegang keras membuatku makin tak tahan untuk menggoyang-goyangkan pinggulku hingga menggesek-gesek belahan pantat kak Alya. Walau masih mengenakan rok, aku bisa merasakan belahan itu seolah aku langsung menyentuhnya.

"K-kaaak..."
"Adeeek... kamu ngapain kakak deek?"

"A-aku lagi... lagiii..." jawabku terputus-putus menikmati semua perbuatan cabulku pada kakak kandungku sendiri.

"Adek lagi mau menodai kakak kandungnya lagi yaah? Kayak tadi malam? Hihihi..." ucap kak Alya balik tanya dengan nada manja dan genit yang sengaja mengundang hasrat kelakianku untuk terus menggesek pantat kak Alya makin kuat.

"Uuugh... i-iya kaak.. abis kakak nakaal... kakak jahat sama aku.."
"Adeeek... kok kakak dibilang gitu siih?"

"Kak Alya mau-mauan aja dientot sama orang-orang gak jelas seperti mereka-mereka yang pernah gangguin kakak.."

"Lagian kamunya juga sih dek... pake punya fantasi yang aneh-aneh tentang kakak sendiri"
"Iya sih kak. Tapi kan... aku gak rela kaak.. Aku gak suka kakak digituin sama mereka.."

"Ya udah, kalo emang itu mau adek... kakak gak ngelakuin lagi deh.."
"Hah?! Beneran kak?" seruku girang mendengar ucapan kakak yang masih di atas pangkuanku itu.

"Ummm iya ngga yaah? Tapi kamu gak boleh mesumin kakak lagi yah, hihihi..."
"Yaaah, kak Alyaaa! Jahat aaah!"

"Hihihi... adeeek! Udah ahh... kamu kan janjinya mau les kaan?"
"Gak mau kak, mau di sini aja.."

"Adeeek..." kak Alya sambil melepaskan pelukanku lalu menghadapku dan mengecup keningku dengan cukup lama dan lembut sekali, "... kakak gak bakal kemana-mana kok... yah?"

Melihat senyum kakak yang hangat membuatku langsung padam rasa kesal dan sebalku padanya. Seperti terbawa suasana aku lalu memberanikan diri memajukan wajahku untuk mengecup bibirnya yang ternyata kak Alyapun menyambutku. Kamipun berciuman mesra di teras dengan suasana cukup ramai siang itu.

"Kak Alyaaa... hehe.."
"Cabul kamu... kakak sendiri dicium, hihihi... sana berangkat les..."

"Iya kak Alyaku yang baik dan cantik... pokoknya jemput aku yah, aku gak bawa motor loh kak... hehe"

"Iyaa.. nanti belajar yang rajin yah dek..."
"Iya deh kak.."

"Nah gitu donk, jangan bayangin kak Alya yang engga-engga sama penjual somay depan gedung bimbel kamu yah.. hhihi..."

"Aahh! Tuh kan kakaak!"
"Iya iya adeek... kakak becanda kok!"

***

Hari sudah sore banget. Setelah mengikuti les bimbel yang cukup membosankan itu aku membeli minuman soft drink di luar bangunan bimbel. Uang yang kulihat di dalam dompet benar-benar pas-pasan. Andai tidak dijemput kakakku sebentar lagi, pastinya aku akan pulang berjalan kaki karena merelakan uang naik ojek ini untuk melepaskan dahaga di sore hari. Tapi untungnya kak Alya akan menjemputku sore ini. Aku benar-benar tak sabar untuk bertemu dengan kak Alya lagi dan menghabiskan sisa waktu hari ini untuk memeluknya dan berguling-gulingan lagi. Apalagi siang ini aku masih merasa sangat kentang. Aku sangat merindukan masa-masa mesum ketika tengah berduaan dengan kakakku.

Setelah kutunggu cukup lama, entah kenapa kak Alya belum muncul-muncul juga. Apa kak Alya ada kenapa-kenapa di perjalanan menuju kemari? Aku sampai membayangkan peristiwa yang membuat kak Alya harus berurusan dengan orang asing lagi yang berujung... Ah, segera ku tepis dan membuang jauh-jauh pikiran itu. Kak Alya pasti datang kemari. Kecuali bila kak Alya ada urusan mendesak yang akhirnya membuat kakakku tertahan hingga belum bisa berangkat menjemputku.

Untuk membuang pikiran itu aku segera menghubungi kak Alya, dan langsung tersambung.

"Kak, kok belum jemput aku sih?" tanyaku di telpon yg belum juga di jemput kak Alya dari tempat bimbel, karena motorku sedang rusak jadi aku minta tolong sama kak Alya.

"Iya dek, ini juga rencananya pengen jemput.."
"Aku udah nunggu dari tadi nih kaak.."

"Hihihi... adek kangen yah sama kak Alya?"
"Iya nih kak, buruan doonk.."

"Ummm... tapi teman-teman adek tiba-tiba pada datang ke rumah nih..." jawab kak Alya dengan agak gelisah di sana..

"Hah?! Siapa sih?"
"Siapa lagi kalo bukan teman-teman mesum kamu itu tuh..."

"Aduh! Suruh mereka tunggu aja deh kak, kakak ke sini dong cepetan jemput aku.."
"Iya.. tapi.... uuugghhhh...." mendadak suara kak Alya melenguh manja dengan tiba-tiba.

"Kak? kak Alya?"
".... teman-temannya nakal tuh dek... sshhhh... adeeeek... eegghhhh, baju kak Alya jadi robek tuh kan! Jangan donk Do... geli... kamu juga Bono. Feri, Yanto, tangannya pada nakal banget sih?" ujar kak Alya tak sadar bicara sendiri menghadapi mereka semua ketika berbicara denganku.

"Kak? Kak Alya ? Kakak!?"
"Aduh dek, gimana nih? Kayaknya kakak gak bisa jemput kamu deh... teman-temenmu nakal banget sih... kamu bisa pulang sendiri kan?"

"Loh?! K-kok?"

"Tapi buruan yah dek, liatin deh mereka ngapain aja ke kakak nih, bandel banget loh, hihihi..." tiba-tiba panggilan terputus. Aku kini semakin panik. Kakakku kembali dicabuli oleh teman-temanku!

Segera aku cari pangkalan ojek terdekat. Aku ingin segera menyelamatkan kakakku dari teman-temanku, tapi uangku habis. Terpaksa aku jalan kaki ke rumah. Cukup jauh tentunya bila berjalan. Kak Alya... tunggu aku, aku tak rela kalau kakak diapa-apain oleh mereka!

Aku berlari pulang. Di tengah jalan aku coba hubungi kak Alya lagi, tapi tetap tak diangkat.
Aku sungguh geram memikirkan kejadian ini, tapi entah kenapa aku malah penasaran seperti apa dan sejauh mana mereka memperlakukan kak Alya. Padahal baru saja aku tak ingin kalau kakakku diapa-apakan lagi oleh orang-orang yang tak jelas. Kini celanaku mendadak semakin sesak. Kak Alya...

Tak lama tiba-tiba kak Alya menghubungiku.

"Kak??" sahutku cepat.
"Sorry ni ya bro, kita sampe dirumah duluan, hehe.. abis lo rajin banget sih pake bimbel segala.." suara Dado? kenapa dia yang pakai HP kakakku? Kelewatan lama-lama ni orang.

"Heh! Lo ngapain di rumah?" aku membentak Dado karena khawatir apa yang dia lakukan pada kak Alya.

"Ya maen lah bro, sekali-sekali namu kak Alya bro kasian sendirian di rumah, masa namuin lo melulu, hehe.." tawanya cengengesan

"Do, lo kurang ajar ya pake HP kakak gw sembarangan.. mana kak Alya?" tanyaku tak sabar menghadapi tingkah menyebalkan Dado.

"Hehe, kakak lo lagii.. lagi makan bro.. hehe, makan siapa ya?" Dado sengaja menggodaku dengan ucapan-ucapan tak jelas sengaja membuatku penasaran.

"Do, awas lo ya macem-macem ma kakak gue!"
"Heheh, kaga bro, bukan gua. Si Bono tuh, lagi ngasi bon bon ke kakak lo, hahaha!" terdengar suara tawa Dado dan temanku yang lain, sepertinya panggilanku diloudspeaker.

"Iye bro, kakak lo lagi sibuk nih ama Bono.. Bon, ngomong donk! Diem aja lo dari tadi" terdengar suara yanto ikut nimbrung disana.

".. egh.. bro.. sshh.. sumpah enak bener.." Bon bon bersuara terputus-putus seperti sedang merasakan sesuatu.

"Bon! Lo apain kakak gua?"
"Uhuk.. uhuk.. sakit Bono.. pelan-pelan donk.." akhirnya terdengar suara kak Alya yang sedang terbatuk-batuk. Kenapa kak Alya sampai batuk-batuk gitu?

"Deek... si Bon bon jelek ni, jahat ma kakak..." di tengah batuknya kak Alya masih berusaha untuk bicara.

"Kak alya! Duuh... kak Alya lagi diapain sih kak?" teriakku tidak rela dan kesal atas perlakuan teman-temankuku yg kedengarannya sedang melecehkan kakakku, tapi aku hanya bisa menduga-duga sedang diapakan kakakku karena aku memang tidak ada di sana.

"Bro.." potong Bono, "mending.. eghh.. lo kesini dah.. liat sendiri.. rasain sendiri.. hehe.. ugghh, kak Alya" Bono seperti terengah-engah menahan sesuatu sambil berusaha bicara denganku.

"Bon! kampret lo ya.. lo apain kakak gue?" tanyaku tak sabaran.

"Bukan gua bro yang ngapa-ngapainin.. hehe.. kakak lo yang ngapa-ngapain gue, hehe.." terdengar suara ramai disana, sepertinya mereka meledekku dan kak Alya.

".. Aduuh.. adeek, rambut kakak dijambak niih.." kak Alya yang sepertinya sedang diperlakukan tak senonoh malah merespon dengan manja seperti tidak merasa dilecehkan oleh teman-temanku.

"Jadi lonte gak boleh berisik, hehe.." terdengar suara Feri dan disertai tawa temanku yang lainnya, sangat merendahkan derajat kakakku dan membuat telingaku panas, tapi membayangkan situasi kakakku yang sedang dikelilingi teman-teman jelekku di sana kenapa malah membuat otongku perlahan semakin keras.

"Eh! Enak aja.. Siapa yah yang panggil kakak lonte tadi?" terdengar kak Alya menghardik.

"Feri kak.. Feri tuh!" seru temanku lainnya serempak, sepertinya heboh sekali disana.

"Eh! Bangke lu ya Fer, lo panggil apa kakak gua?" seperti tidak terima aku juga ikutan menghardik Feri. Memanggil kak Alya dengan sebutan "lonte"? Tiba-tiba terbayang kak Alya sebagai seorang lonte. Lebih rendah lagi, lonte yang dikerjai, tidak dibayar, hanya dijadikan mainan untuk teman-temanku yang bermuka mesum. Budak pelampiasan. Aduuh, celanaku semakin sempit, aku tak bisa berdiri tegak lagi.

".. Adeek.. cepet pulang ya dek.. masa kakak diperkosa sama temen-temen adek sendiri sih? Nakal bener nih, dapet temen dimana sih dek? Hihi.. aduh! jangan tarik-tarik kepala kakak dong Bon.." kak Alya yang tengah bicara denganku seperti dipaksa untuk melakukan sesuatu.

"Nganggur nih kak.. buruan donk.." Bono seperti memaksa kak Alya untuk melakukan sesuatu.

".. Adeek.. cepet pulang yah.. kakak lagi disuapin bonbon item dekil nih, bau lagi, uughh.. mau liat ga dek? Hihihi.." terdengar suara manjanya dibuat-buat semanis mungkin.

"Kak Alya! Bon bon item apaan sih?" aku tak mengerti, maksud bon bon itu permenkah? Tapi bon bon hitam, dekil, dan bau?

"..." sunyi tak ada jawaban.

"Kak!" panggilku dengan keras.

"..." tetap sunyi tak terdengar apa-apa.

"Bro, jalan pulangnya lama-lama aja yak, kapan lagi bikin senang temen sendiri, hehehe.. Lagian keliatannya kakak lo suka banget tuh bro.. keliatan gak? Hehe, kakak lo mangapnya gede bener ampe ga muat, hahaha.." tawanya agak merendahkan kak Alya.

"Do!" teriakku tak tahan lagi.

".. kak Alya.. nganggur nih.. jejalin dua bonbon yak?" tiba-tiba telpon ditutup dari sana.

Kucoba hubungi semuanya langsung pada tidak aktif. Aku tak dapat berpikir apa-apa kecuali membayangkan kak Alya yg sedang dikerjai dan dlecehkan oleh teman-temanku di rumahku sendiri. Untuk kedua kalinya! Bahkan aku saja belum memperlakukan kak Alya lebih jauh dari sebelum-sebelumnya seperti yang sedang dilakukan teman-temanku yang jelek dan tak layak buat kak Alya ini.

Ugh, kak Alya, aku gak terima! Tapi kok aku penasaran bagaimana seperti apa pemandangan kak Alya dikerjai oleh teman-temanku yg jelek dan dekil itu. Bahkan untuk kejadian terakhir ketika kak Alya bersama mereka saja tidak sejauh ini. Secepat kilat aku ambil langkah seribu untuk pulang kerumah.

Dengan jantung berdebar-debar kepalaku terus terbayang akan kak Alya ku yg cantik, putih, bersih, dicabuli oleh teman-temanku sendiri.. bahkan mengingat kejadian terakhir seperti dengan suka rela.. Tunggu aku kak Alya!

-------------------------------

Sambil pegang BB sedari tadi aku mondar-mandir di ruang tamu. Sampai jam segini kak Alya belum pulang-pulang juga. Mana kak Alya belum masak apa-apa lagi. Untung masih ada sisa beberapa mie instant di lemari dapur. Kalau tidak aku sudah pingsan kelaparan.

Sesekali aku intip lewat jendela kalau-kalau kak Alya sudah pulang. Padahal sudah jam 9 malam, tapi sama sekali tidak ada kabar. Kemana aja sih kak Alya?

Aku mengingat kembali kejadian tadi sore. Kak Alya seperti sedang digodain teman-temanku. Dado, Feri, Yanto, dan Bono. Dan ngga ada satupun yang keliatan enak dipandang kalo berdiri berjajar dengan kak Alya. Terlalu jauh kelasnya. Tapi kak Alya seperti terima-terima aja digangguin seperti itu. Bahkan aku ingat ketika kak Alya menanyakan padaku, "apakah aku mau melihat apa yang dia lakukan atau tidak?"

Sepenggalan kata-kata yang kuingat adalah "pakaian kak Alya robek", "rambut kak Alya dijambak", "kak Alya makan bonbon item dekil", dan yang terakhir Dado bilang "jejalin dua bonbon"

Baru saja siang ini kami bicara dan kakak janji tak akan melakukan kenakalan-kenakalan ini lagi. Tapi membayangkan kak Alyaku yang sedang dikuasai oleh mereka-mereka ini, kenapa justru aku yang galau dan seperti kembali ke fantasi-fantasi yang pernah aku inginkan dulu. Padahal seharusnya aku tak rela.

BBku mendadak bergetar, muncul nama panggilan masuk dari kak Alya.

"Kak Alya!" aku langsung mengintip lewat jendela.

"Adeek.. kakak udah pulang niih, tolong bukain gerbangnya donk?" agak lega akhirnya mendengar kembali suara kak Alya, tapi agak sebal juga karena membiarkanku khawatir tanpa kabar. Terutama kejadian tadi sore.

"Kak Alya buka aja sendiri, masa bisa keluar ga bisa masuk sendiri? Lagian adek males keluar" ucapku dengan sebal.

"Iih.. adek kok gitu siih? Sini doonk keluar.. bukain, kakak capek niih.. pliiss, hihi.." kak Alya masih sempat-sempatnya bernada manja, memang kak Alya capek habis ngapain?

"Hihi, adek marah ya kakak ga jemput tadi.. maaf ya deek.. Sebagai gantinya, kakak buka sendiri deh gerbangnya.. tapi bener niih, adek ga mau liat kakak buka gerbang diluar?"

"Hah? Maksud kak Alya?" tiba-tiba aku menjadi penasaran dari kata-kata kak Alya. Apa yang mau kak Alya tunjukkan padaku?

"Eh Adek.. tau kan kalo sehari-hari tuh kak Alya selalu pake jilbab?" tanyanya membuatku bingung
"Iya, semua orang juga tau" jawabku masih sok ketus.

"Dan Adek tau donk kalo diluar kakak biasanya dikenal rapi dan sopan?" lanjut kak Alya seolah mengarahkanku ke sesuatu yang aku masih belum tau.

"Iya.. Aldi tau kok kak.." jawabku semakin penasaran.

"Hmm.. Adek mau tau ga rasanya kalo liat kakak keluar dari mobil cuma pakai kemeja seragam SMU dan celana dalam putih saja.. hihi" jawab kak Alya membuatku panas dingin.

"Rambutnya nanti kakak gerai deh.. pasti adek suka liatnya, hihihi.. ayo adeek, sinii.." undang kakakku dengan centil. Tanpa menunggu-nunggu aku langsung keluar menuju teras dan merapat ke pagar sambil melongokkan kepala keluar agar dapat melihat aksi nakal kak Alya.

Dengan jantung berdebar aku menunggu kak Alya keluar dari mobil. Kulihat pintu mobil terbuka dan sosok kak Alya yang ternyata hanya menggunakan kemeja dan celdam putih dengan santai berjalan menuju ke pintu gerbang dan menggesernya sendiri. sudah sejak lama terakhir aku meminta kak Alya mengenakan seragam SMU sambil aku crot di hadapannya.

Gila! Kak Alya bahkan tidak melihat kanan kiri dulu, bagaimana bila ada orang sekitar yang melihat tingkah kak Alya. Kak Alya benar-benar makin nakal.

Bahkan sebelum akhirnya kak Alya masuk ke mobil lagi, ia sempat bergaya imut kearahku dengan memiringkan kepala dan menempelkan telunjuknya ke pipi yang ia gembungkan.
"Uugh.. kak Alya.. kakak kok binal banget siih.." aku tak kuat melihat gaya imutnya.

Sampai mobil masuk kedalam rumah, baru aku menghampiri kak Alya.

"Hihi.. adeek, sorry yaa..kakak tinggal tadii.." gaya imut kak Alya keluar saat sedang meminta maaf.

"Kak Alya tu kemana aja sih?" aku mulai membuka serangan pertanyaan.

"Iya deek, kak Alya tu tadinya mau jemput adeek.. tapi tadi tau-tau temen adek pada dateng, berempat lagi.." jawab kak Alya memasang tampang pura-pura sebal.

"Ngapain sih pada dateng? Ga bilang-bilang lagi. Sialan tu anak-anak" gerutuku.

"Tadinya mereka tuh nungguin adek, tapi karena kasian nunggu kelamaan, jadi kakak deh yang ngeladenin mereka.. "

"Trus tadi mereka ngapain sih kak? Kakak digangguin lagi ya sama mereka?" tanyaku penasaran.

"Hmm.. iya sih, mereka gangguin kakak terus, dek. Mau mandi.. ga boleh, mau angkat BB ada telpon masuk.. ga boleh, mau ganti baju juga ga boleh. Mana kakak tadi cuma pake kimono sutra waktu mau mandi.. robek lagi" katanya pelan dengan gaya manja.

"Hah?? Pada kurang ajar tuh! Kuhajar nanti kalau ketemu. Makin ngelunjak semuanya" padahal jantungku sudah berdebar tak karuan untuk mendengarkan cerita lanjutan kak Alya.

"Iya tuh dek.. hajar aja nanti kalo ketemu, hihi.. ya udah dek yaa, kakak mau mandi dulu.. lengket ni badan.. mana bau lg kak Alyanya.." kak Alya berjalan gontai kedalam rumah menuju kamar mandi.

"Kak Alya, tunggu dulu.. kak Alya darimana aja ampe jam segini baru pulang?" aku masih penasaran kemana saja kak Alya pergi.

"Hehe.. kakak tadi jalan-jalan.. dek"
"Jalan-jalan? Sama siapa kak? Jangan-jangan sama mereka berempat ya?"
"Iyaah.. tapi nanti aja ya ceritanya, kakak capek ni dek dari tadii.. kakak mandi dulu ya.." kak Alya memohon dengan memelas.

"Nanti dulu kek kak, udah dianggurin ampe cuman makan mie doank, udah mau ditinggal mandi aja.." aku mulai merajuk.

"Ihh adek nii.. iya deh, adek mau tau tadi kak Alya ngapain aja? Eh! Lebih tepatnya siih.. diapain aja kak Alyanya, hihi.." kak Alya megerling padaku.

"Hah?" aku pasang tampang melongo.
"Hayoo! Mupeng deh adeekk.. jelek tau.." pinggangku dicubitnya dengan keras.

"Aduh! Kakak diapain sih sama mereka tadi siang?" sambil mengusap-usap pinggangku yang sakit karena cubitan gemas kak Alya.

"Kakak juga bingung sebenarnya mau cerita dari mana, dek.. Dado tuh yang gangguin kakak terus dari tadi.." kak Alya mulai bercerita sambil mengingat-ingat.

"Dado emang rese dari dulu.. Udah jelek, item.." aku mengingat kelakuan salah satu temanku itu yang super cabul.

".. tapi adek kebayang ngga sih.. kalo kak Alya di-en-tot sama si Dado yang item, jelek, dan dekil itu?" potong kak Alya seolah balik mempertanyakan kemarahanku disamping keinginanku agar kak Alya tidak sembarangan disetubuhi orang lagi..

"Hah?! Yaaah kakaak!"

".. kebayang ngga dek.. kaloo.. dua buah dada kakak ini diemut-emut sama.. Feri dan Yanto.. mereka juga item dan dekil kan dek? Teman-temanmu sendiri lagi semuanya.. Hihi.." kak Alya menjelaskan dengan sengaja membuatku bermain-main dengan khayalanku sendiri.

Tiba-tiba kak Alya membuka rahangnya sampai mulutnya menganga cukup lebar sambil memejamkan matanya, lalu mengatupnya kembali.

"..kak Alya kenapa buka mulut lebar-lebar?" tanyaku heran melihat tingkahnya.
"Hihi.. adek inget ga tadi kakak sampai batuk-batuk waktu Dado telpon adek pake BB kakak? Emmm.. kebayang ngga dek.. kalo mulut kak Alya ini.. dijejalin kon-tol nya si Bon bon?"

"Auugh.. kakaaak..." membayangkan kak Alya yang imut mangap dan melahap hingga dijejalkan kontol hitam membuat kantung otongku terasa sakit karena menanti untuk dimuncratkan. Aku malah seperti lupa dengan janji kak Alya.

"Yee.. adek dah ga tahan yaa? Mesum tu mukanya" ledek kak Alya.

"Kak! Beneran ga sih kakak dientot?" tanyaku penasaran.

".. Umm.. beneran ga ya? Menurut adek gimana.. Penting yah dek?"
"Uuugh.. kak Alya.. pliss jawab doonk.." kini aku memohon untuk kak Alya menuntaskan rasa penasaranku.

"Hihihi... emang adek pengen yah liatnya? Hayooo, katanya gak pengen kakak dtindih-tindih orang, hihihi..."

"Emmm... A-anu kaak.. aku gak rela kok..." jawabku berusaha mati-matian yakin dengan pendirianku walau otak mesum dan kontiku selalu berkata lain.

"Uuh.. kasian adek kakak yang mesum ini.. liat deh tuh bawahnya udah nunjuk-nunjuk kakak, hihihi.. udah ga tahan yah? Dasar, katanya gak mau mesum.." kak Alya benar-benar membuatku tersiksa dipermainkan seperti ini. Uughh... kakakku yang cantik!

"Kakak sih sukanya godain orang terus..."

"Sebenarnya salah kakak juga sih dek.. ngeladenin temen-temen adek cuma pake kimono aja, hihi.. tapi lucu juga liat muka temen-temen adek tadi waktu tau ternyata kakak ga pake apa-apa dibalik kimono mandi kakak.." kak Alya mulai cerita.

"Uugh.. kakak nakal banget sih? Nemuin mereka ga pake daleman, mana luarannya cuma kimono doank.." sambil terus mengocok otongku yang semakin mengeras.

"Terus si Dado tiba-tiba minta ambil gambar kakak cuma pakai kimono.. awalnya kakak nolak, tapi karena kakak pengen cepet mandi trus jemput adek, jadi ya kakak ladenin bentar.. lanjutannya malah pada pengen ikut foto ama kakak.. ampe badannya pada nempel-nempel.."

"Trus kak? Kok bisa sampai rame bener tadi?" aku memotong dengan penasaran.
"Ituu.. kimono kakak miring-miring.. jadinya keliatan deh susu kak Alya yang sebelah.. kayak gini.." Ya ampun, kak Alya memperagakannya dengan membuka kancing seragam dan memperlihatkan sebelah susunya yang putih dan mengkal indah.

".. Kakak lupa siapa yang mulai, tau-tau kakak udah dipegang-pegang dek.. sama temen-temenmu tuh.. Tapi lucu aja liatnya, kayak belum pernah liat toket aja.." kak Alya mulai menjelaskan dengan bahasa yang makin vulgar dan kotor untuk orang yang terkenal rapi dan sopan di kalangan masyarakat sekitar.

"Trus kakak diem aja tuh dipegang-pegang?"
"Kakak bingung juga sih dek, kan kakak lagi sambil telpon adek.. hihi" aku ingat tadi kak Alya telpon dan bilang kalau sedang digrepe-grepe sama mereka.

"Aah. . kakak mau aja dipegang-pegang mereka.."
"Kakak juga gak mau kali deek, tapi merekanya maksa terus... mana tadi tau ga dek, masa kakak disuruh masukin kontolnya si Bon bon kemulut kak Alya.. mana gede banget.. udah item, bau apek lagi.. "

"Hah! Serius kak?" seperti tak percaya ternyata benar yang dimaksud permen bonbon adalah kontolnya Bono. Kak Alya bener-bener binal.

"Terus kakak mau aja?" tanyaku lagi
"Abisnya kakak dipaksa tu sama Bon bon, katanya udah ga tahan lagi liat kakak.. mana pake dipegang lagi rambut kakak.." jawabnya sambil sesekali mengamatiku yang sedang terus mengocok.

"Dek.. kepala kakak dijambak sama Bon bon, trus ditekan sampai ke pangkal kontolnya lho dek.. kebayang ga sih.. liar banget tu si Bon bon, adek ketularan dia ya mesumnya?"

Kurang ajar bener tu Bon bon. Dah memperlakukan kak Alya dengan seenaknya saja. Tapi kak Alya juga binalnya ga ketulungan. Mau aja dimakan sama teman-temanku.

"Ya udah dek ya.. kak Alya mau mandi dulu yaah.. pliss, kakak dah ga tahan niih.."
"Yah kak! Kak Alya juga belum cerita tadi kemana aja?"

"Nanti ya dek ya.. janji deh kak Alya terusin.. tapi kakak mandi dulu.. yah" kak Alya tampak memohon sekali.

"Ya udah deh.." Sial mana nanggung lagi denger ceritanya. Aku masih penasaran kak Alya diapain aja tadi sama mereka.

"Oiya adek dah makan belum? Nanti kak Alya buatin yah?" kak Alya memang binal dan nakal, tapi selalu ingat kalau adeknya lapar, walau sebenarnya aku sudah makan. Oh, kakakku yang baik dan cantik.

"Ga usah, kak Alya aja deh.. Aldi tadi udah makan mie instant kok.."
"Ya ampun.. adekku baik bener sih ga mau ngerepotin kakaknya, hihi.." rambutku diacak-acaknya dengan gemas.

"Dek, besok temenin kakak ke acara nikahan ya.."
"Iya kak Alya yang cantik.." sebenarnya aku malas ikut acara kondangan, tapi demi menemani kak Alya.

Kak Alya berjalan dengan gontai menuju kamarnya yang setelah ditutup ternyata terbuka lagi pintu itu.

"Adeek! Sini deh dek.." tiba-tiba kak Alya melongokkan wajahnya dari sela pintu kamar memanggilku.

"Ada apa kak Alya?" penasaran dengan panggilan kak Alya, aku pun mendekatinya.

"Ini, baju seragam sama celana dalam kembalikan ke Dado yah.. hihi.." kak Alya melempar satu stel itu kearahku.

"Apa! Punya Dado?" tercium seragamnya yang berbau keringat apek tak karuan itu. Lalu celana dalam cowok? Banyak noda-noda aneh di sisi dalam celana dalam terkutuk itu. Cairan-cairan putih yang baru saja mengering sehingga bagian bawah kain tampak kaku seperti dikanji, bahkan juga ada bercak-bercak berwarna kuning yang sudah memudar.

Lalu aku memandang kak Alya dengan tatapan penuh keterkejutan. Aku jadi benar-benar penasaran apa saja yang kak Alya lalui saat ia keluar tadi.

"Oiya dek.. kakak lupa, tau ngga sih besok kakak mau diajak keluar lagi sama Dado.. tapi kakak bilang ga mau.."

"Uuugh... Bagus deh kak, ngapain juga mau jalan sama dia, enak aja tuh kampret!" jawabku setengah bersungut. Kampret tuh orang, kak Alya udah diapain aja sih?

"Itu juga sih yang kakak bilang... Tapi dia malah mau main kerumah besok minggu tuh dek, hihi.."

"Apa?!" tanyaku kaget.

Di tengah kekagetanku aku hanya bisa melihat kak Alya yang sudah menghilang dari balik pintu kamarnya yang kini tertutup rapat. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan kami lalui besok...

----------

Pagi ini aku terbangun agak telat dari biasanya. Aku kurang bisa tidur nyenyak semalam gara-gara rasa penasaranku masih mengganggu, bahkan hingga pagi ini.

Semua berawal dari ketika aku pulang les dan menunggu jemputan kak Alya. Aku sungguh panas dingin tak karuan menghadapi hal-hal yang terjadi kemarin. Dari sore ketika aku mendapat telepon dari Dado, sampai malamnya dimana kak Alya pulang hampir larut malam. Malah dia pulang hanya menggunakan seragam serta celana dalam saja. Itupun ternyata punyanya Dado! Pasti akan ku barkar nanti. Paling tidak aku sudah mengonggokkan barang haram itu di teras depan. Aku belum bisa membayangkan bagaimana Kak Alya sampai bisa memakai pakaian milik dado itu. Sejujurnya aku masih tidak terima saat kak Alya dibawa jalan entah kemana sampai-sampai tidak menjemputku pulang les.

Aku tidak bisa membuang jauh-jauh semua bayangan tentang apa saja yang mungkin terjadi pada kak Alya. Ya, kak Alyaku yang cantik, imut, seksi, dan nakal. Kak Alyaku yang selalu kujadikan bahan colian hampir tiap siang dan malam. Dan karena kejadian kemarin, kini aku jadi membayangkan bagaimana bila kak Alya benar-benar dilecehkan oleh teman-temanku sendiri yang jelek, item, dan berbau busuk itu.

Kak Alya bener-bener nakal, selalu saja ia membuatku tersiksa. Memikirkan apa yang kak Alya ucapkan semalam kalau keempat temanku akan datang lagi ke rumah ini malah membuatku bingung dan dilema berat. Aku benci sekali membayangkan perlakuan mereka kemarin pada kakakku. Semena-mena, dan tak sopan. Tapi bila kembali ke objek fantasiku, aku seperti tak pernah puas membayangkan kakakku yang cantik, biasa bertutur dan bersikap sopan, dibaliknya bersikap nakal bak seorang pelacur yang mau menerima batang kemaluan siapa saja yang disodorkan padanya. Aku dilema berat.

Tapi perutku terlalu lapar untuk melanjutkan rasa penasaran ini. Mana semalam hanya makan mie instant.

Aku keluar kamar dan menuju keruang tengah untuk menyalakan TV. Suasana benar-benar sunyi. Dimana kak Alya?

"Deek! Udah bangun ya? Kalau mau makan kakak udah bikinin adek sarapan. Ambil di dapur ya dek.." teriak kak Alya dari dalam kamarnya.

"Oh! Iya kak, makasih ya kak" walaupun kak Alya sering membuatku sebal begitu, tetap saja, kak Alya tiada duanya kalau perhatian kepadaku.

Di dapur telah dihidangkan nasi goreng dengan telur dadar spesial dan nugget khusus untukku. Kak Alya, I love you full deh.

Sambil nonton TV aku menyantap hidangan buatan kak Alya. Hingga tak lama kak Alya keluar dari kamarnya dan menemuiku.

"Adek.. liat kakak deh.." kak Alya muncul di hadapanku menggunakan kebaya berkerudung dengan perpaduan warna pink dan putih. Kak Alya terlihat cantik sekali. Dengan kerudung yang menutup melingkar dan tergerai seperti selendang, serta lekuk pakaian yang agak membentuk tubuh kak Alya semakin memperlihatkan betapa anggun dan seksinya kakakku ini. Nggak heran kalau orang-orang selalu mengidolakan kakakku yang cantik ini

"Kak Alya cantik bangeet.. aku ampe pangling, hehe.."

"Hihi.. kakak tau kok.. kan kamu pinter gombal.." jawabnya dengan senyum genit.

"Yee.. kak, serius kok, bukan gombal.." seraya aku meletakkan piring sisa makanku yang sudah selesai dan bangkit mendekatinya.

"Iya deh, iya.. kamu serius, tapi mesum.. hihi.. lepas donk deek.. kusut nanti.. haha.. geli adek!" jeritnya sambil berusaha melepaskan pelukanku padanya.

TENG-TONG!

Tiba-tiba bel rumah berbunyi menganggu kesenanganku. Aku jadi teringat keempat temanku yang kata kak Alya mau main lagi ke rumah. Ternyata mereka benar-benar datang. Mendadak jantungku berdebar dengan kencang. Aku tak percaya mereka sudah benar-benar memperlakukan kakakku yang seharusnya mereka hormati dengan perlakuan tak senonoh. Terakhir kulihat mereka berani menyemprot peju-peju mereka di muka kakakku, dan kemarin entah benar atau tidak, kak Alya seperti dipaksa melayani kontol-kontol mereka, dan aku tak bisa menebak apa yang akan terjadi nanti. Yang pasti aku selalu diantara tak rela dan penasaran.

Tapi ku rasa mereka berani menggoda kakakku karena memang kak Alya yang suka mancing-mancing orang dengan nekat. Hanya saja rasanya agak aneh karena saat ini justru teman-temanku sendiri.

Akupun membuka pintu depan dengan terpaksa.

"Misi broo.." temanku satu persatu menampakkan senyum yang asalnya dari otak mesum mereka.

"Ngapain lo pade kesini lagi? Mau gangguin kakak gue lagi?" hardikku dengan ketus.

"Eeh adek, kok kayak gitu sama teman-temannya. Baru juga masuk.. ayo donk duduk dulu semuanya.." ujar kak Alya yang malah menyambut mereka dengan ramah.

"Eh iya.. makasih ya kak Alya yang baik.. dan cantik.. hehe" sahut Dado dengan cengengesan.

"Iya nih kak Alya.. tumben cantik bener dandanannya.. mau pergi ya kak?" tanya Yanto sambil menggoda kakakku.

"Bisa aja nih Yanto.. kakak tuh mau kondangan nanti siang, tapi kaliannya pada datang.. kakak jadi ga enak nih.." kak Alya menjawab dengan senyum manis.

"Sama orang-orang kayak gini sih jangan dikasih hati kak.. nanti ngambil jantung, ga pake minta lagi.." masih dengan ketus aku menyambut mereka.

"Ah, lo bisa aja bro.. kalo gue dikasi hati, ya gua ambil semuanya.. ya ngga kak Alya?" cerocos Bono.

"Ooh, gitu ya? Emang kalo diambil semuanya, mau diapain sih?" tanya kak Alya yang aku sebenarnya ngga jelas maksud pembicaraan mereka.

"Ya gue makan lah, kak.. Eh! Ada juga.. gue yang dimakan yak? Hahaha!" Bono tertawa dibarengi temanku yang lainnya sambil bergantian melihat Bono dan kak Alya. dan aku tahu maksud pembicaraan mesum ini.

"Hihi... pada ngomongin apaan sih? Kak Alya ga ngerti deh. Udah ya sama Aldi dulu.. kakak mau terusin dandan.. bentar lagi mau kondangan.." kak Alya pun meninggalkan kami menuju ke kamarnya. Dan aku pun kembali berhadapan dengan teman-temanku yang burik-burik ini.

"Woi! Lo pada kesini mau ngapain? Gue mau kondangan nih.. mending lo pulang deh.. eneg juga lama-lama liat lo semua.." dengan gaya mengusir aku jelaskan ke mereka.

"Aduh bro, lo tega amat sih.. masa tamu jauh-jauh datang lo sambut ketus gitu.. suguhin apa kek... minum kek, hehehe... kak Alya juga boleh..." Feri mulai bicara ngga enak didengar .

"Hehe.. iya broo, kakak lo cantik bener ni pagi.. ngga usah kondangan deh.. di sini aja maen ama kita-kita, biar rame, hehe.." Dado nimbrung sambil bicara pelan-pelan seolah takut terdengar kak Alya.

"Ah, elo Do.. pake ngomong pelan-pelan.. biasa lo teriak paling kenceng kemarin, hehe..." goda Yanto kepada Dado yang aku tak mengerti maksudnya.

"Diem lo ah!" hardik Dado karena memotong pembicaraan.

Tiba-tiba kak Alya muncul sambil menyediakan minuman untuk keempat temanku. Tapi kak Alya sudah berganti pakaian. Sekarang mengenakan kerudung yang panjang sebatas dada, kaos lengan panjang dan legging hitam yang ketat. Benar-benar mencetak bentuk pinggul dan pantat kak Alya! Bahkan kerudung dan kaos memperlihatkan lekukan busung dada kak Alya. Kak Alya sengaja pamer atau apa sih?

"Eh kak Alya datang lagi.. jadi seneng nih Bono.." wajah Bono menyeringai aneh.

"Iya nih kak Alya.. makasih ya suguhannya.. benar-benar sedap dipandang? Hehe.." Feri berbicara tapi tidak melihat gelasnya.

"Hihi.. minumannya?" tanya kak Alya bingung.

"Ngga kak, yang bawa minuman, bisa diminum juga gak yah? Hehe.." jawab Feri mulai mulai kurang ajar.

"Kak, jadian aja deh ama Dado yak? Dado baik kok orangnya. Kan apa aja dah Dado kasi buat kak Alya, haha.."

"Iih.. mulai aneh deh ngomongnya ya.." kak Alya malah hanya seperti tersenyum malu.

"Jangan sama Dado kak, sama Yanto aja.. Yanto bikin seneng deh kak Alya nya..." mereka mulai berebutan bicara. Aku saking kagetnya sampai tak bisa bicara apa-apa.

"Lo pada dah gak jaman bikin cewek seneng.. kak Alya sama Bono aja yah, Bono bikin kak Alya enak deh.." sambil mulai minum, Bono bicara pelan tapi mengena. Omongan-omongan yang mereka utarakan semakin membuat jantungku berdetak cepat.

"Iih, tuh dek liat temen-temenya.. masa kak Alya mau dibikin enak.. emang kak Alya makanan?"

"Iya kak Alya.. enak, sampai keenakan kak, hehe.. kalo perlu kita semua juga mau kok jadi pacar kak Alya.. haha!" tawa Dado lepas.

"Hihi.. keenakan apaan sih? Masih kecil-kecil dah pada mesum-mesum.. emang dah bisa bikin cewek keenakan?" jawab kak Alya seperti mempertanyakan mesumnya mereka.

"Lah kemarin yang sampai jejeritan kenceng banget siapa yaa?" Yanto nimbrung sambil melirik kak Alya. Aku jadi teringat kejadian kemarin, apa mereka sedang membicarakannya? Dan kenapa aku hanya bisa diam saja? Sebesar inikah rasa penasaranku pada kejadian kemarin?

"Hihi.. kemarin tuh ada kecoa jelek, item, bau lagi.. makanya kakak tuh teriak, huuu..." kak Alya seperti meladeni lecehan mereka.

"Iyaa kak Alya.. kecoa boleh item, jelek, bau, dan gede, tapi suka kaan?" Bono menimpali dengan wajah penuh maksud kearah kak Alya.

"Aduuh.. Adeeek, liat tuh masa kak Alya diledekin terus sama temen-temenmu.." ujar kak Alya malu.

"Hehe.. lo kok diem aja broo? Jangan-jangan lo konak lagi..." Dado melirik kearahku dengan cengengesan. Yang dia katakan memang benar, aku udah separuh konak membayangkan ucapan-ucapan mereka.

"Tenang aja bro.." potong Bono, "gue juga udah ngaceng, tapi kemariin.. hehe, ya ngga kak Alya?" tanyanya seolah mengajak kak Alya untuk menyetujui kata-katanya.

"Tuh dek, masa si Bon bon ngaceng tanyanya ke kakak sih? Emang kakak tahu pada ngaceng apa ngga, hihihi.. udahan kan minumnya? Kakak bawa ke belakang ya.. mau dicuci dulu.." seraya kak Alya bangkit dan mengambil gelas mereka satu persatu yang belum habis semuanya. Sambil menuju kebelakang, tatapan temanku tak lepas sekalipun dari kak Alya.

"Bro, gue mau cuci tangan dulu yak, kering nih.. hehe.. lo disini aja.." ucap Bono dengan nada setengah memerintah.

Ketika aku mau bangkit Dado menahanku dan mulai bertanya soal game PS baru yang aku punya. Aku tahu yang Dado lakukan hanyalah pengalihan, karena semakin lama Dado bicara semakin tak jelas. Aku lalu melihat Feri sambil bicara tak begitu jelas untuk permisi ijin memakai kamar mandi dan beranjak pergi.

Agak lama juga Dado nyerocos tak karuan, tapi aku tidak bisa konsentrasi karena ingin memastikan bahwa mereka memang tidak macam-macam pada kakakku. Maka aku langsung beranjak dari sofa dan menyusul kak Alya ke dapur.

Sesaat sebelum aku mencapai dapur, kudengar suara cekikian kak Alya. Aku tercekat dan malah berhenti, seolah ingin menguping ada apa dengan kak Alya.

"Tuh kan baju kakak jadi basah.."

"Biarin, hehe.. bagus malah basah-basahan.." terdengar suara Bono. Tak tahan karena penasaran aku langsung mendatangi dan berniat memergoki mereka di dapur, tapi bersamaan pula mereka juga keluar dari dapur.

"Adeek.. kakak mau ganti baju dulu ya, basah nih" kata kak Alya sambil memperlihatkan bajunya yang basah, tepat di bagian dada, dan leggingnya, terutama di bagian pantat, paha, dan selangkangan.

"Eh, bro, ada di sini lo? Hehe.." senyum cabul si Bono sambil berjalan kearah ruang tamu. Terlihat tangannya juga basah. Apa kak Alya tadi digrepe-grepe sama Bono?

Aku pun menyusul Bono duduk di ruang tamu dengan perasaan tak enak. Setelah beberapa saat kak Alya muncul sambil memakai kebaya yang tadi dikenakannya, bedanya kali ini kak Alya sudah memakai make up yang ringan, namun masih tetap memancarkan wajahnya yang cantik dan imut.

"Kak Alya mau pakai yang tadi?" tanyaku.

"Hihi.. gak tau juga nih.. nanti deh kakak tanya lagi yah?" kak Alya pun kembali lagi kekamarnya.

"Pada kemana nih yang lainnya bro?" tanyaku pada Bono.

"Paling lagi pada ngerokok di luar, bro.." jawab Bono sekenanya. Hal itu biasa mereka lakukan di luar karena aku tidak merokok.

"Lo ngapain sih bro tadi di dapur?" tanyaku dengan wajah tak enak.

"Kan gue dah bilang bro.. cuci tangan gue.. hehe"

Memang benar sih, dia cuci tangan. Dan aku melihat tangannya yang basah. Tapi kenapa kak Alya juga jadi ikutan basah?

Dia mulai ngobrol tak jelas yang mana aku tak ada keinginan untuk mendengarkannya, aku masih terus menunggu temanku yang merokok diluar. Dan tak lama pun Bono pun ijin keluar sebentar untuk ikut merokok juga. Setelah agak lama kak Alya pun muncul lagi dengan wajah senyum manis.

"Hihi.. adeek.. kalo kakak pake ini gimana?" kak Alya muncul memakai kemeja kuning lengan panjang, rok merah dengan pola-pola bunga berwarna pink cerah. Kak Alya terlihat cantik sekali. Hanya saja make up kak Alya seperti membuat wajahnya terlihat merona merah.

"Kak Alya cantik banget lho.."

"Cantik? Terus apalagi?" tanya kakakku seolah ia ingin aku menjawab yang lain.

"Kak Alya tetep seksi walau pakai gaun tertutup.." aku berani menjawab karena kebetulan teman-temanku sedang tidak ada.

"Adeek.. adek lagi mikirin apa sih? Pasti ngebayangin kakak lagi digituin yah? Emang bisa kalo lagi pake baju kayak gini?" tanyanya ingin mengorekku lebih jauh.

"Uugh.. bisa aja kak, kalo kakak tetep centil kayak gitu.. pas di acara kondangan nanti.. bisa-bisa kak Alya langsung kutarik ke kamar mandi.." jawabku sambil mulai mengeluarkan burungku.

"Digituin ituu.. kak Alya di-en-tot ya dek? Hihi.. sama siapa aja dek? Sama kamu? Atau sama penjaga-penjaga katering? Seperti fantasi-fantasi adek, hihihi..." tanya kakakku lagi sambil duduk manis ingin aku menjelajahi fantasiku sendiri.

".. Uuugh.. kak Alya.. kakak dientot.. rame-rame sama pelayan katering, sama tukang sapu, dan satpam gedung.." jawabku sambil mulai mengurut-urut burungku melihat tingkah kak Alya.

".. Hihi, bayangin terus dek.. kakak pake baju ini.. rok kakak cuma disingkap trus digenjot ganti-gantian di Toilet cowok dek.. terus buah dada kakak dikenyot-kenyot sama tukang sapu yang sudah tua dan ompong, hihi.." tawanya yang centil dan manja membuatku gemas. Dalam hati ingin sekali aku yang menyetubuhi kakakku sendiri.

"Kak Alya.. pegang dong.. kocokin Aldi.." rengekku yang tak tahan ingin dikocok oleh kak Alya.

"Adeek.. kan kak Alya belum selesai.. tunggu kakak yah.." tiba-tiba kak Alya kembali lagi ke kamarnya. Sepertinya kak Alya sedang menggodaku. Hanya saja kak Alya dandan terlalu lama.

Sambil menunggu temanku yang lainnya yang masih belum kembali, kak Alya kali ini muncul tapi hanya kepalanya yang mengintip dari balik tepi dinding.

"Adeek.. kalo kakak datang ke acara kondangan pakai baju ini gimana yah dek? Kira-kira yang mau ngentotin kakak siapa yah?" tanya kak Alya sambil akhirnya menunjukkan pakaian yang kak Alya pakai.

Aku sungguh kaget bukan kepalang seperti kesambar geledek. Jantung pun serasa berhenti. Tapi otong malah memompa dengan kencang. Kak Alya memakai seragam lusuh dan celana dalam yang sudah kuonggokkan di teras rumah! Itu seragam Dado! Kenapa bisa sampai dikenakan kak Alya lagi?

Sambil mendekatiku kedua tangan kak Alya masih terus berada di belakang pantatnya seolah sedang menyembunyikan sesuatu.

"Siapa donk deek.. Apa mungkin Pak Kojon? Atau Pak Jojo? Hihi.." tanya kak Alya yang malah menyebutkan nama tukang ojek di pangkalan depan komplek.

".. Oogh kak Alya.." melihat kak Alya pamer paha putihnya di depanku seperti itu membuat kocokanku semakin kesetanan.

Lalu dengan perlahan kak Alya mulai memutar tubuhnya dengan pelan sambil terus mengarahkan wajahnya dan memandangku dengan ekspresi binal dan manja.

Dan Kak Alya menunjukkan sesuatu sambil tersenyum nakal.

"Adeeek... Temen-temen adek nakal tuh.. masa tangan kak Alya diiket kayak gini sama temen-temen adeek.. nih liat deh..."

"Aaarghh kak Alyaaa!" Crooot-Crooot!

Pejuhku muncrat kemana-mana melihat ketakberdayaan kakakku dengan tangan masih terikat di belakang.

"Udah dek muncratnya? Enak yah? Suka gak liat kak Alya kayak gini?" kak Alya malah bergaya centil dengan menaikkan bahu kanan lalu kirinya walau tangannya masih terikat di belakang.

Aku masih tak habis pikir kenapa kak Alya bisa pakai seragam dan celana dalam lusuh itu lagi. Kalau kak Alya baru saja mengenakannya dari dalam kamar, berarti baju itu ada dari tadi di kamar kak Alya. Dan yang mengambilnya pastilah si Dado. Jangan-jangan selama ini dia tidak merokok diluar. Tapi di kamar kakakku bersama dengan temanku yang lainnya.

"Yoii kak Alyai! Seksi beneeer.. beniing!" teriak Bono yang baru muncul mengejutkanku.

"Eh, Bon bon.. iya nih kakak dikerjain sama si Dado.. masa tangan kak Alya diiket kayak gini.. kakak jadi ga bisa nutupin paha kakak kaan? Tuh liat.. hihi" kak Alya malah cekikikan sambil menggesek-gesekkan kedua pahanya.

"Dado mana kak Alya? Hehe.. masih di kamar yak? Asyik donk.. ngapain aja yak dari tadi.. jadi kepengin ikutan nih Bono nya kak, hehe.."

"Hah?! Dado dari tadi di kamar kak Alya? Serius? Ngapain sih kak?" aku menyerbu kak Alya dengan pertanyaan karena kaget. Mereka semua semakin melunjak!

"Tau tuh.. kakak baru mau ganti baju gara-gara dibasahin sama si Bon bon, eh malah mau ikut masuk ke kamar.. katanya mau bantuin kak Alya pilihin baju buat kondangan nanti.. tapi malah disuruh pakai baju ini.. katanya lebih pantes tuh dek buat kakak, hihi.. kebayang ga sih kakak ke kondangan pakai baju ini?" jelas kak Alya panjang lebar

"Yoi kak Alya, pantes doonk.. ya ngga bro? Tuh kak Alya, Aldi diem aja tanda setuju tuh, haha.." kata Bono meminta persetujuanku sambil pasang tampang mesum.

Aku di antara marah dan tak tahan melihat keseksian kak Alya yang mengumbar paha putihnya kemana-mana. Pemandangan ini membuatku tak bisa berucap apa-apa, padahal kak Alya sedang dilecehkan oleh teman-temanku. Aku benar-benar tak berdaya melawan hawa nafsuku sendiri pada kakak kandungku.

"Woi kak! Gue tungguin juga dari tadi, ampe kedinginan nih..." terdengar teriakan Dado dari kamar Alya yang pintunya sudah terbuka. Tak tahu siapa yang dia maksud.

"Tau nih kak Alya! Mana gue ga pake apa-apa lagi.. rese ni cewek.. hehehe.." Yanto iseng ikutan membentak. Apakah dia barusan membentak kakakku?

"Katanya mau dibantuin pilih baju.. malah lama-lama diluar, gue genjot juga lo kak.. hehe.." Feri seperti tak mau kalah ikutan. Seperti kata kak Alya bahwa mereka memilihkan pakaian untuk kakakku. Tapi semakin lama mulut mereka makin kurang ajar.

"Hihi.. sorry yah semuanya, ya udah deh kak Alya balik ke kamar lagi.." kak Alya malah menjawab centil sambil cekikikan dan berlari-lari kecil kembali menuju kamar, "adeeek, tunggu bentar di sini yah.. kakak lagi mau pilih baju dulu sama temen-temen adek.."

"K-kak Alya..!" aku seperti tak terima ditinggal seorang diri dalam keadaan tanggung.

"Adek, ummm.. mau ikut liat kakak di-pa-ke-in sama temen-temen adek?" jawabnya genit menekankan kata yang maksudnya menjadi ambigu di pikiran ngeresku. Seharusnya aku marah dan tak bergeming atau pergi dari semua ini. Tapi...

"Kak.. aku liat donk.. yah?" aku seperti dalam keadaan malu dalam kondisi diketahui teman-temanku kalau aku punya hasrat pada kakakku sendiri. Tapi aku seperti tak rela untuk tidak melihat bagaimana kak Alya diperlakukan dengan semena-mena oleh orang-orang seperti mereka. Burik dan jelek. Aku benar-benar sudah menyerah pada nafsuku sendiri ketimbang marah-marah dan ditinggal sendiri.

"Tapii.. kasihan tuh si Bon bon sendirian dek.. kak Alya nanti balik lagi kok yah.. hihi.."

Aku melihat kak Alya pergi dan menghilang di balik tembok yang menuju kekamarnya. Berikutnya aku hanya mendengar suara-suara teman-temanku. Terkadang seperti bergumam. Terkadang mereka tertawa dengan bersamaan disertai cekikikan kakakku.

"Lo disini aja dulu ya bro, gue mau bantu kakak lo biar cepet keluar, hehe.." Bono menahan pundakku seraya bangkit dari sofa sambil cengengesan.

Akupun tak mau berdiam langsung beranjak menyusul ke kamar. Hanya saja aku bingung antara ingin menyelamatkan kak Alya dari kebrutalan teman-temanku ini, atau melihat kak Alyaku yang cantik, putih, bening, dan imut ini sedang dilecehkan oleh teman-temanku. Dan sepertinya otongku sudah menjawab semuanya. Aku benar-benar tak tertolong..

Aku berjalan mendekati kamar kak Alya. Pintunya terbuka sedikit, apa sengaja tidak ditutup rapat? Tiba-tiba kepala Bono muncul dari celah seolah seperti sudah menungguku.

"Yoi broo! Sini masuk.. liat donk kakak lo lagi ngapain, hehe.. gile, ngaceng lagi gue.. kakak lo emang bener-bener nakal bro.. lebih nakal dari lonte, haha!" tawanya sambil membuka lebar-lebar mengajakku masuk.

Dan aku melihat pemandangan yang selama ini hanya bisa kubayangkan saja. Yaitu fantasi liar setiap cowok-cowok sepertiku. Kak Alya yang masih dengan posisi tangan terikat sedang berlutut membelakangi pintu masuk menghadap si Dado yang sedang duduk di tepian kasur di depan kak Alya. Sedang kepala kak Alya sedang berada di selangkangan Dado sambil kepala kakak dipegang oleh Dado. Seragam kak Alya sudah dipelorotkan sampai setinggi dada bawah, membuat buah dadanya yang putih berkeringat dengan puting berwarna coklat pink menggantung bebas. Perbuatan mereka sungguh bejat!

"Eeh.. broo.. eeghh.. sorry, gue ga bisa konsen.. hehe.. mulut kakak lo.. uugh, anget bener.. terusin sepongnya.. yang dalem!" Dado bicara sambil lalu dan dengan kurang ajarnya agak membentak kakakku.

"Enak bro? Hehe, cabut bentar bro.. gue pengen Aldi ngeliat yang gue lakuin tadi ke kak Alya.. hehe.." Yanto berujar penuh misteri.

Kak Alya menarik kepalanya sampai kontolnya terlepas semua dari rongga mulut kak Alya. Lalu dimiringkan dan ditengadahkan kepalanya menghadap Yanto. Yanto mengumpulkan ludahnya dan menumpahkan semuanya ke dalam mulut kak Alya, berkali-kali ia lakukan dan kak Alya malah tampak seperti menerimanya sambil menjulurkan lidahnya.

"Yoi kaaak... biar licin dikit ah, hehehe... awas tar lecet mulut lo... adek lo tar marah-marah lagi ma gua, hehehe..." cerocos Dado pada kak Alya ambil melirik licik padaku.

"Anjriit nih cewek.. seneng banget nerima ludah gue.. Bro, gue genjot bentar yah mulutnya.. gemes banget gue.." ujar Yanto bicara kasar sembari menghina kakakku.

"Berdua aja bro.. kita liat apa kakaknya Aldi bisa nyepongin kita berdua, hehe.." Ujar Dado sambil bangkit ambil posisi bersebelahan dengan Yanto.

"Bro.. liatin nih mulut kakak lo dimasukin dua kontol.. Woi, kak! Minta ijin nooh ama adek lo, kasian banget tuh.. cepetan!" bentak Dado pelan pada kakakku.

".. Hu huu.. adeek, kakak dipaksa niih sama temen-temen adek.. boleh ngga dek? Muat ngga sih dek kalo dua kontol temen adek masuk mulut kakak?" tanya kak Alya kepadaku dengan wajah yang manja, seolah meminta persetujuan, bukan keberatan.

"Ah, kemarin muat kok masuk punya gue sama si Bono, hehe.." potong Dado menyela kami. Mengingatkanku pada kejadian kemarin. Berarti benar adanya kalau kemarin kak Alya benar-benar dicabuli oleh mereka-mereka ini, teman-temanku yang bangsat. Tapi kenapa kakakku mau-maunya diperlakukan seperti itu!?

"Bro, kalo Aldi diem itu tandanya setuju.. dari tadi juga kayak gitu kok.. iya kan bro? Hehehe, parah lo.." aku menoleh pada Bono seperti tak percaya dia mengucapkan itu. Tapi benar apa adanya, aku malah terangsang melihat kakak kandungku diperlakukan seperti ini. Baik bagi mereka, maupun bagi aku, kak Alya bagaikan sebuah objek pemuas fantasi. Rasanya aku malah sedang perang batin antara mengeluarkan otongku di depan mereka atau tidak.

".. Adeek.. mulut kakak dientotin kontol mereka nih, liat deh.. Aaaa.." selesai bicara kakakku membuka mulutnya lebar-lebar seperti mau melahap dua kepala kontol itu sekaligus. Arrgh, kak Alya! Aku tersiksa ingin coli, tapi aku sedang di depan teman-temanku.

"Uugh.. gila nih cewek.. mukanya ga nahanin banget.. udah cantik, putih, mau-mau aja lagi nyepongin kontol kita-kita.. dasar pecun lo, kak.. hehe.." sambil nyerocos tak karuan Dado mengelus-elus rambut kepala kak Alya dan menekannya seperti ingin memasukkan kedua kontol kemulut kak Alya lebih dalam. Dengan wajah penuh keringat, Kak Alya benar-benar dijadikan mainan mereka siang ini. Sampai hampir tak sadar bahwa jam hampir menunjukkan pukul sebelas. Bukankah kak Alya dan Aku harus pergi ke acara nikahan? Bagaimana ini?

Tapi seolah aku jadi tak begitu memperdulikan acara itu, aku masih ingin melihat aksi petualangan kakakku.

Tiba-tiba kita semua dikagetkan oleh bunyi dering BB kak Alya yang melantunkan nada dering Don't Stop The Music dari Rihanna. Yanto yang kebetulan posisinya berada di dekat meja rias kak Alya mengambil BB dari atas meja itu.

"Bokapnya, bro!" kata Yanto memberitahukan pada yang lainnya sambil mencabut otongnya dari mulut kak Alya seperti tampak panik.

Dado lalu mencabut otongnya dari mulut kak Alya, "Eh cun! Lo jawab ya nih telpon.. ga baek lho pecun bikin khawatir bokapnya.. haha. Dasar pecun lo!" tawanya meledak disusul dengan yang lainnya.

Kak Alya menjawab panggilan dengan tangan terikat dan HP yang diletakkan Yanto di paha Dado.

"Hallo Pah.." kak Alya menyapa papa, aku tak bisa mendengar apa yang papa ucapkan di HP kak Alya.

".. Udah donk Pahhh, dari tadi.. hihi.. hhh.." jawab kak Alya sambil Feri menepuk-nepukkan kepala kontolnya ke pipi kakakku. Wajah kak Alya sudah memerah. Apakah kak Alya sedang dilanda horni berat?

".. Inihh.. ada di sini kok Pahhh.. sama temen-temennya.. ada Feri.. ada Yanto.. Bono.. samaa.." di tengah kak Alya sedang bicara, dengan kurang ajar tiba-tiba Dado yang sudah memposisikan kepala kontolnya tepat di depan mulut kak Alya, langsung menekannya dalam-dalam.

Lalu menariknya lagi dengan posisi kontol masih di dalam mulut kak Alya. Lalu menekannya lagi. Begitu seterusnya beberapa kali sampai saking dalamnya Dado menekan, kak Alya mulai kewalahan dan batuk-batuk tertahan karena masih terganjal kontol Dado. Melihat kak Alya menggeliat-geliat karena tangannya masih terikat membuatku tak tahan dan akhirnya mengeluarkan kontolku dari dalam celanaku.

Terdengar Papa memanggil-manggil kak Alya kenapa mendadak tak melanjutkan pembicaraan. Lalu Dado menarik kepala kak Alya sampai terbebas dari kontolnya.

"PUAHH! UHUK! UHUK!" kak Alya terbatuk sampai mengeluarkan air mata.

Dengan kontol penuh ludah cair dan lendir kak Alya, Dado mengoleskannya keseluruh wajah kak Alya yang bersih putih dan memerah karena horninya kak Alya, mulai dari pipi, kening, bibir, sampai hidung seolah ingin agar kak Alya mencium bau ludahnya sendiri. Wajah kak Alya kini terlihat mengkilap akibat basah ludah Dado, Yanto, dan kak Alya sendiri.

"Ngga papa kok Pahh.. iya, Alya lagi batuk aja nihh.. iyaa Paahh.. Alya agak gak enak badan.. makanya ditemenin sama Aldi dan temen-temennya.."

".. Ini Alya lagi dikasih obat sama temennya Aldi.. maksa lagi ngasihnya, hihi.." kak Alya cekikikan sambil menoleh kearahku dan yang temanku yang lainnya. Kak Alya bisa-bisanya bicara tersirat begitu sama papa. Aku baru tahu kalau kak Alya bisa senakal itu.

".. Diajak ke acara sekalian? Ini malah mereka yang ngajakin Alya, hihi.. emang pada nakal tuh semuanya.. Ya udah ya Pahh.. nanti kalau Alya udah enakan banget, Alya keluar deh.. dag Papaah.." lalu terdengar sambungan terputus.

"Asli binal bener nih kakak lo bro..." Feri yang sedari tadi berdiri dipojokan kamar mulai bersuara. Ternyata dia merekam gambar pergumulan kak Alya sejak awal. Kak Alya malah membalas ucapan Feri dengan memberi senyum pada HP Feri yang sedang merekamnya.

"Gue bilang juga apa bro.. Eh, Lonte! Lagi donk, jangan diem aja.. Lo laper kan? Laper kontol kita-kita? Haha!" Dado mulai sering melecehkan kak Alya.

"Aduh, Adeeek.. kak Alya jadi dipanggil lonte tuh sama Dado.. berarti semua harus bayar donk sama kak Alya kalo kakak ngelonte di kamar ini, hihi..."

Kembali Dado memegang kepala kak Alya dan mulai menekan naik turun lagi.
Sampai beberapa saat, pinggul Dado mulai ikut bergoyang berlawanan irama dengan kepala kak Alya. Intesitas goyangan pinggul Dado mulai meningkat.

Semakin dekat aku berdiri, kini sudah berada di samping dekat kak Alya. Aku pun mempercepat kocokanku sambil melihat ekspresi kak Alya yang mulutnya sedang digenjot sambil melihat muka Dado. Kak Alya seperti sedang kepayahan betul wajahnya disetubuhi dengan kasar oleh Dado.

".. Eegh.. Eegh.. Kaak.. nih bayaran buat lo kak... uughh.. pecun.." cerocos Dado

".. Uuh kak Alya.. nakal nih kak Alya.. mau aja dientot mukanya sama Dado jelek.." gumamku lirih sambil makin mempercepat kocokanku melihat bagaimana mulut lembut nan imut kak Alya yang pink kemerahan itu mengempot keluar masuk akibat gesekan kasar kontol hitam si Dado.

".. Gue bikin kenyang lo kak.. Eegghh.. ama pejuh guee.. Hheeggh.. Aarrgh!"

".. Eeeghh kak Alya lonteee!" aku menyemburkan pejuhku berkali-kali sampai mengenai telinga, pipi, dan rambut kak Alya. Dado masih menahan kepala kak Alya sambil sesekali kelojotan menyemprotkan spermanya kedalam tenggorokan kak Alya sampai perlahan-lahan mulai berkurang semprotannya.

Sedang kak Alya berusaha menelan semua sperma Dado. Kak Alya nampak kewalahan dengan banyaknya sperma Dado yang menyemprot hingga sebagian ada yang keluar dari sela-sela bibir lembutnya.

"Ayoo.. kakak harus telen semua pejuh yang keluar, biar sehat.. hehe.. gue baik kan.. mulai sekarang kak Alya kita kasi makan pejuh aja biar sehat, hahaha!" tawanya mengajak yang lain ikut tertawa.

Kak Alya yang baru saja digenjot mulutnya memundurkan kepalanya sambil masih memejamkan matanya. Kami semua seolah menunggu respon kak Alya dari kata-kata pelecehan dari Dado. Sambil menjilat sisa-sisa pejuh yang belepotan di tepi-tepi bibirnya, kak Alya mulai membuka matanya setelah menelan sisanya. Lalu membuka mulutnya.

".. Lihat deh.. abis semuanya kakak telan.. hihihi.." jawabnya sambil memanyunkan bibir menggembungkan pipi dan mengedipkan sebelah matanya.

Ooh, Kak Alyaku.. Kakak benar-benar binal. Tega membuat aku adiknya sendiri tersiksa melihat tingkah kakaknya.

"Lohh.. kok rambut kakak ada pejuhnya? Pejuh kamu ya dek? Iihh.. kramas lagi deehh.."

".. Maaf kak, udah gak tahan.. liat kak Alya tadi.."

"Wah parah lo broo! Terangsang liat kakak sendiri"... Bono meledekku. Dan yang lain pun ikut menertawakanku seperti orang bodoh yang tak berdaya.

"Hihi.. kak Alya mandi dulu yaa.. mau kramas dulu nih gara-gara Aldi.." dengan muka imut dicemberut-cemberutin, "tapi dilepas dulu donk iketannya.. pegel tau kak Alyanya nih.."

"Gue lepasin yah, tapi nanti gue dikasi hadiah donk kak.." Bono dengan kurang ajar minta imbalan bila melakukan yang kak Alya minta. Dan pasti selalu sesuatu yang cabul. Bahkan aku khawatir akan lebih jauh dari ini.

".. Umm.. apa yaah? Bon bon maunya apa sih? Pasti yang aneh-aneh deh maunya.." tanya kakakku pura-pura bingung padahal tau betul apa isi kepala keempat temanku setelah dikerjai seperti itu

"Kak Alya tadi bilang mau kramas kan? Hehehe... kita bantuan kakak kramas deh.. sekalian kaaak, badan kita juga pada keringatan niih, hehe.."

"Jadi mandi-mandiin doonk, hihi.. Trus, mandiin sama shampoo-in kakaknya pakai apa? Pake pejuh kalian lagi? Iyah?"

"Ya iyalah kaak... Hahaha!"
"Huuuu... Kayak adek donk yah... suka ngecrotin rambut kakaknya, hihihi..." jawab kak Alya enteng seperti lupa bagaimana aku bereaksi terhadap kenakalan dan kenekatan kak Alya meladeni mereka.

"Nah gitu donk kak! Ayo bro, kita buka iketannya berempat aja.. biar kita berempat yang mandiin nih cewek, hahaha!" Feri dengan menyebut tak sopan kakakku langsung maju diikuti temanku yang lainnya.

"Iiih, siapa juga yang bilang mauu... Aduduh! pelan-pelan doonk.. hihi, geli nih kakak! Satu-satu yang donk yang bukaiiin..." kak Alya menggelinjang kegelian saat mereka menyerobot rame. Apakah aku hanya akan diam saja? Tidak. Aku harus ikut ambil bagian, aku mau ikut memandikan juga.

"Kak, aku ikut bantuin buka..!"

"Jangan broo.. lo kan yang ngotorin rambut kakak lo... kasian kan, hehe.. makanya, lo jadi adek jangan mesum ama kakak sendiri, hehe.." si Dado mencari-cari alasan agar aku tak boleh ikut. Si Dado bener-bener kurang ajar pada kami berdua, tapi aku menunggu persetujuan kakakku sendiri.

".. Umm.. sebenarnya kasian juga sih kalo kamu ditinggal sendirian disini.. tapii, kan kamar mandinya ga muat tuh dek.. adek gak papa kan nunggu? Kakak janji deh mandiin kamu nanti yah.."

"Iya broo... ntar aja kalo kita dah pada pulang... lagian kakak lo nih pengen banget mandiin kita berempat, hehehe... kita sih pasrah aja, ya ngga bro?"

"Iiiihhh, siapa jugak yang mau mandiin kalian? Kepedean kalian... dasar jelek, hihihi..."

aku tak tahu siapa yang menjawab karena aku sudah shock dengan jawaban kakakku yang malah mendahulukan mereka ketimbang aku sebagai adiknya sendiri untuk memandikan mereka. Aku tahu acara yang akan terjadi nanti tak hanya mandi bersama, mungkin bisa lebih dari itu..

Selanjut-selanjutnya aku tak bisa mendengar jelas siap yang bicara. Aku hanya mematung tak percaya dengan jawaban kakakku sambil ia meninggalkan kami menuju ke kamar mandi, sedang keempat temanku masih saling berpandangan seperti tidak memperdulikan kehadiranku di sana. Terlihat nafsu mereka pada kakakku seperti sudah sampai ke ubun-ubun.

"Eh bro! Kakak lo emang bener-bener deh.. siapa aja yang udah dibikin konak ama dia?"
"Yoi bro, gak nyesel gue punya temen kayak lo, hehehe.."

"Gue yakin lo pasti dah pernah gitu-gituan ama kakak lo yah? Hehehe, parah lo bro, kakak kandung sendiri lo embat, udah gitu kagak bagi-bagi lagi.. hahaha!"

"Iya nih si bro ganteng satu ini... terus gimana nih bro... gak papa kan kakak lo gue susul ke kamar mandi, ngga baik membiarkan perempuan menunggu lho, hehehe..."

"Iye broo.. gue gak nyangka kakak lo mau-mauan aja, udah kayak perempuan nakal aja kakak lo... kayak pecun! Hahahaha!" silih berganti mereka semua berbicara merendahkan kak Alya atas kenakalan kak Alya yang semakin kemari semakin mereka pandang gawat saja.

Tiba-tiba terlintas bayangan pertama kali aku memperkenalkan kak Alya pada teman-temanku dulu. Awalnya aku hanya ingin membuat mereka iri padaku karena memiliki kakak yang cantik, baik, dan seksi pula. Sampai akhirnya mereka jadi mengidolakan kakakku hingga terang-terangan. Tapi sial. Kenapa jadi begini!?

------

Aku mengikuti kak Alya dan teman-temanku ke kamar mandi. Aku sudah benar-benar tak berdaya. Sebelumnya aku melihat mulut kak Alya dijejali penis oleh Dado dan membuat kak Alya menelan semua spermanya, bahkan kak Alya melakukannya dengan suka rela dan tampak menyukainya.

Hal yang lebih gila lagi adalah ketika kak Alya menerima panggilan telpon dari Papa, dia tetap berbicara ketika sedang dikerjai oleh Dado. Bahkan sempat-sempatnya mengucapkan kalimat-kalimat yang tersirat mesum, untung saja Papa tidak tahu. Kini kak Alya sedang menuju ke kamar mandi diikuti teman-temanku. Saat kak Alya sudah masuk ke kamar mandi, teman-temanku berebutan ikut masuk juga ke dalam yang ruangannya pasti tidak begitu luas. Pintupun tertutup. Terbayang betapa sempitnya untuk diisi sebanyak lima orang yang pastinya akan saling berhimpitan dan bergesek-gesekan tubuh mereka di dalam sana.

“Kak Alya, tunggu! Ikut donk kak.. please..” pintaku penuh memelas dengan sedikit malu.

“Adeek.. kak Alya juga pengen sih dek... tapi kamar mandinya sempit banget nih. Lagian ngapain sih teman-teman adek pada ngikutin kakak? Duuuh, jadi sempit banget deh..” jawab kak Alya mengeluh tapi malah dengan nada manja dari dalam sana.

“Ah bisa aja lo kak... bukannya udah kangen nungguin kontol kita-kita dari tadi yah? Kayaknya demen tuuuh... hahaha!” ledek Dado ke kak Alya yang membuat hatiku panas mendengarnya.

“Iiih, siapa juga yang nungguin... udah item, kotor, bau lagi, dasar jorok, engga pernah mandi yah? Sana jauh-jauh, hihihihi...”

“Makanya mandiin kita-kita donk kak, biar kak Alya makin suka mainin kontol kita berempat, iya ngga bro? Hehehe...”

“Awww! Eh, Feri kurang ajar deh pegang-pegang kakak, udahan aaah, geli tau! Yantooo! Apaan sih gesek-gesek, kakak gak mau lho ampe masuk yah? Kakak udah janji ama Aldi loh... awas yah!” kudengar cekikikan mengingatkan mereka.

“Iya loh bro, jangan apa-apain kak Alya, entar Aldi marah... Lagian kak Alya kan biasa pake pakaian sopan sehari-harinya, malu donk lo semuanya!” Yanto terdengar nimbrung sok membela kak Alya.

“Cie cieee... kampret lo ah bro!”
“Hehehe... becanda gue brooo... Dikit aja yah kak...” ucap Yanto yang ternyata cuma menggoda kakakku saja. Apakah ia sedang mau menyelipkan batang kemaluan sialannya itu di vagina kakakku? Ugh, aku benar-benar seperti orang bingung di luar sini, antara tak rela dan ingin melihat kejadian di dalam.

“Udah aaah... jangan, gini aja yaaah... hihihi”
“Kayaknya nih bro, Aldi konak denger kakaknya kita kerjain kayak gini! Pinjem bentar gak papa kan brooo? Hahaha!” Bono malah meledekku yang menurutku lebih seperti sebuah penghinaan.

Mendengar mereka menertawakanku aku hanya bisa menundukkan kepala karena malu. Pintu kamar mandi yang tertutup juga terkunci dari dalam. Aku tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana. Kak Alyaku yang cantik dan putih bersih, mau saja dikelilingi empat remaja jelek dan mesum dalam satu kamar mandi. Tapi malah membuatku benar-benar ingin melihat apa yang mereka lakukan terhadap kak Alya. Sampai-sampai aku setengah mengutuk diriku sendiri karena otongku sudah mengeras berdiri tegak melawan kewarasanku, padahal kakakku sedang dilecehkan teman-temanku sendiri.

Kudengar suara-suara terus menggema di dalam sana. Aku masih bisa mendengar apa yg mereka ucapkan. Mereka malah sengaja terus bicara supaya aku mendengar apa saja pelecehan yang mereka lakukan pada kak Alya.

“Geser dikit bro... nganggur nih, hehehe... asli nakal banget nih cewek, pengen donk punya satu kayak gini buat di kamar, hahaha!”

“Bener lo bro, tapi mending di tempat gue aja... gue khawatir lo rebutan ama bokap sama om lo, kan tampangnya sama kayak elo bro, produk mesum semua, ya ngga bro? Hahaha!”

“Ah lo semua, tinggal digilir aja tiap hari gantian... iya kan?”
“Repot-repot banget sih, tinggal nginep di sini aja tiap hari, beres dah, hahaha!” sambil bersahut-sahutan mereka merendahkan kakak kandungku akibat kenakalannya sendiri. Namun aku sebagai adiknya yang awalnya tak ingin kakakku diperlakukan demikian, malah jadi membayangkan apabila apa yang barusan mereka bicarakan benar-benar terjadi.

“Fuaah! Adeeek... dengar gak tuh dek? Emangnya kak Alya barang kali yah, pengen dipunyain sana-sini... bandel semua deh temen-temen adek...”

“Yeee... masukin lagi donk kaaak... nganggur niiih!”
“Iiih, pada kurang ajar deh tuh deeek... masa kepala kakak ditarik-tarik... aduuh! Mmmmmmmhhh!” kak Alya mendadak seperti terbungkam.

“Cantik-cantik bawel juga yah kakak lo bro, hahaha! Terus bro, genjot yang kuat... dia suka tuh kayaknya, hehehe...” entah apa yang merka lakukan pada kak Alya, tapi itu membuatnya tak bisa bersuara dan berkata-kata.

“Kak Alya! Mau masuk! Buka donk!” aku memanggil kak Alya dengan tidak memperdulikan yang lainnya. Tapi teriakanku sama sekali tak terdengar seperti orang marah. Melainkan tak berdaya. Tak berdaya karena tidak ada satupun yang mengijinkanku masuk untuk ikut melihat kenakalan apa yang sedang kak Alya alami lagi saat ini.

Sambil terus aku menggedor-gedor pintu itu, aku terus meminta supaya diijinkan melihat. Aku tidak lagi merasakan bahwa aku khawatir akan apa yang dialami oleh kak Alya. Tapi aku ingin melihat bagaimana seorang kak Alya menghadapi perlakuakn mereka yang kurang ajar. Dengan tak sedikitpun kak Alya merasa diperlakukan dengan tak senonoh.

Ditengah panggilanku pada kakak dengan merana, kudengar di dalam sana kak Alya masih cekikikan dengan suara air yang sedang digayung dan disiram-siram dari bak mandi sehingga suaraku tenggelam diantara suara-suara mereka dan air di kamar mandi. Aku berharap setelah ini mereka selesai dan keluar dari kamar mandi. Tapi yang kudengar setelah acara siram-siraman itu malah hanya hening.

“...”

“Kak Alya!” panggilku tak ada tanggapan.

“...”

“Kak! Kakak lagi diapain?” terdengar jelas pertanyaanku bukan karena khawatir, melainkan penasaran karena sudah terbawa hasrat birahi ingin tahu adegan apa yang sedang berlangsung saat ini. Bahkan aku tak sadar sejak kapan aku sudah memelorotkan celanaku.

“Tenang aja broo! Nih kak Alya lagi kita kasi asupan bergizi.. hehe..” kini terdengar suara Bono.

“Lagian nih kakak lo tercinta mau-mauan aja loh bro.. gue yakin lo udah pernah kan bro disepong kakak lo? Eeeghh... anget bener nih mulut kakak lo, lacur bener! Ampe kontol kita berempat dah bau ludah aja masih mau diisepin lagi!” kekurangajaran Yanto dalam menjelaskan detil kenakalan kakakku kini malah hanya memperparah hasratku untuk membayangkan kakakku yang tengah dilecehkan mereka saja. Kak Alya sudah benar-benar hanya seperti objek pemuas saat ini.

“Fuaaahh! Udahan yaaah... pegel nih rahang kakaak... Adeeek, temen-temen adek bandel banget deh, pada ngocok semua di depan muka kakak... Kakak dipaksa mangap buat nampung susu kental temen-temen kamu loh... tapi kalau bergizi buat kakak boleh kan dek? Hihihi..”

“Aaarghh, kak Alya pereek! Lonte! Perempuan nakaal!” teriakku sambil melepaskan muncrat pejuh yang hanya mengotori pintu kamar mandi dan lantai saja. Dimana sebenarnya aku juga ingin mengotori kakakku sendiri dengan pejuhku seperti biasa. Malah saking pasrahnya, aku malah sedikit memberi kerelaan pada teman-temanku untuk mengerjainya, asalkan aku diijinkan melihat kakakku yang tengah menikmati ketika digagahi, entah oleh siapapun itu, termasuk mereka. Aku benar-benar menyerah pada kesadaranku. Setelah ejakulasiku meledak, semua terasa hening sesaat.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, dan kak Alya keluar dari dalam kembali menggunakan seragam lusuh kepunyaan Dado karena kak Alya tidak membawa handuk tadi. Tapi dengan rambut basah tergerai dan juga seragamnya yang mencetak tubuhnya karena juga basah justru membuat kak Alya semakin tampak seksi. Bahkan saat keluar kak Alya sempat melemparkan senyum sambil bergaya seperti kedinginan di depanku. Dengan spontan aku ingin memeluk kakakku yang menggemaskan itu, sampai akhirnya keempat temanku muncul menyusul kakakku hingga mengurungkan niatku. Walau sudah mandi tetap saja mereka seperti bulukan.

“Waduh broo, jangan lupa aja ya dilap tuh pejuh, bahaya orang kepelset di kamar mandi bro.. hehe” Ujar Feri membuka omongan.

“Iya bro.. ga safety kata orang lapangan, hahaha!” setelah meledekku mereka pergi meninggalkanku sendiri di depan kamar mandi. Sedang mereka semua pergi meninggalkanku begitu saja, seolah-olah tidak ada yang menarik dari hal yang aku lakukan di depan mereka. Bahkan ketidak berdayaanku membuat mereka menjadi semena-mena di rumahku sendiri.

“Eeeh! Nakalin Aldi kakak gak mau mainan lagi sama kalian yaah...”
“Hehehe, becanda kok kaaak, iya kan broo? Tapi kita mah, yang penting kak Alyanya udah sehat minum asupan bergizi dari kita berempat,hahaha!”

“Iya loh kak... apa mau mulut yang lain kita kasi susu bergizi dari kita-kita nih kak? Hehehe...”

“Hush! Ngentot donk namanya... Hihihi, gak boleh loh sama Aldi, iya kan dek? awas loh yah pada coba-coba...”

Mendengar kak Alya mencoba menepati janjinya agak membuatku sedikit lega. Walau aku teringat ketika awal kak Alya mulai terlihat nakal di depanku, yang awalnya hanya eksib akhirnya bobol juga oleh orang-orang yang tak jelas. Entah apa lagi yang akan mereka lakukan pada kakakku...

Hari sudah sore menjelang magrib. Acara nikahan siang sudah terabaikan, bahkan untuk seorang kak Alya kini lebih memilih membersihkan penis-penis kotor dari keempat temanku dari pada hadir ke acara pernikahan anak teman papa. Kakakku benar-benar lonte.

Yang aku ingat adalah, mereka berencana menginap malam hari ini..


***

Setelah kejadian sore tadi, aku yang masih merasa lemas tak berdaya hanya bisa duduk di sofa ruang tengah. Entah sebenarnya aku memikirkan ketakberdayaanku terhadap teman-teman yang melecehkan kakakku. Atau karena aku juga menginginkan apa yang teman-temanku rasakan ketika melecehkan kak Alya. Terlebih lagi, kak Alya justru menikmati dirinya dilecehkan sehabis-habisnya oleh mereka.

Kakakku yang dilecehkan teman sendiri adalah hal baru bagiku, terutama bagi fantasiku. Tapi apapun yang dialami oleh kak Alya, semua akan menjadi list dalam fantasiku. Apakah aku mulai menikmati ketidak berdayaan ini selagi kakakku dihina, dilecehkan, bahkan direndahkan serendah-rendahnya oleh mereka. Bukan-bukan. Mungkin oleh siapa saja. Yang terutama seperti fantasi yang pernah kutunjukkan pada kak Alya melalui foto editan gambar kak Alya yang menunjukkan kak Alya sedang disetubuhi oleh orang-orang berkulit hitam dengan kontol yang besar dan panjang-panjang.

Akankah kak Alya mengijinkanku untuk menikmatinya bersama mereka juga?

Malam sudah tiba. Satu lagi acara pernikahan terlewati oleh kami. Kak Alya dari tadi dijadikan mainan oleh teman-temanku. Mainan mesum lebih tepatnya. Bahkan kak Alya masih disuruh mengenakan seragam dan celana dalam yang kini baunya sudah tak jelas lagi itu.

Mereka meminta kak Alya melakukan hal yang aneh-aneh. Seperti menyuruh kak Alya menelepon teman cowok kuliahnya yang ganteng sambil mengulum penis. Berganti temanku yang mengentoti mulutnya, ganti pula siapa yang ditelpon. Termasuk teman-teman kuliahnya. Hanya saja mereka tidak menelepon pacar kak Alya. Entah kenapa aku tak tahu.

Dan saat mereka sudah tampak puas, mereka lalu bilang, “ayoo.. sini kak.. saatnya makan dulu..”

Dan kak Alya pun menjawab dengan bercanda balik, “Huuuu.. gelo deh manggil kakak kayak peliharaan aja. Adeeek.. kakak mau dikasih mamam lagi tuh... ummmm, kamu mau liat gak? Hihihi...”

Tiba-tiba terdengar suara penjual sate ayam akan melewati rumah kami.

“Yoi! Pas laper, pas benerr ada yang jualan.. Eh, cun! Gue bagi duit lo yak, hehe..” si Dado dengan kurang ajar main ambil duit di dompet kak Alya yang tergeletak di depan TV begitu saja.

Untuk sikap dia yang kebablasan ini, aku tak tahan melihatnya dan mendampratnya, “Eh, Do! Duit siapa itu? Lo kurang ajar banget sih maen ambil aja?” hardikku agak setengah matang sepertinya.

“Ya udah deh.. gue balikin.. jangan sewot donk, broo.. hehe..” Dado dengan mesem membawa kembali uang itu, tapi langsung menuju kamar kakakku. Aku tak tahu ada apa, tapi cukup lama ia berada di sana. Saat aku penasaran dan menyusulnya, kak Alya muncul disusul keempat temanku.

“Adeek.. kasian tuh temen-temen adek belum pada makan.. dipanggil yah tuh abang..” seraya menyodorkan lembaran uang padaku.

“Ngga ah, enak aja.. udah seenak-enaknya mereka di sini, Aldi juga yang beliin makanan.. Mereka aja lah kak yang beli..” aku setengah dongkol dan kak Alya malah menyuruhku membelikan mereka makanan.

“Adeek.. kamu tau kan kak Alya baru aja dikasih makan sama temen-temen adek.. Kak Alya sampe kenyang lho, hihi.. Masa kita ga suguhin mereka makanan juga sih dek?” Kak Alya menjelaskan seolah itu hal yang lumrah. Memang sih ini namanya timbal balik. Tapi sate ayam plus lontong balasan dari pejuh? Mana dari mereka-mereka pula...

“Kenapa gak kak Alya aja?” kekesalanku kutuangkan sekalian dalam bentuk tantangan untuk kak Alya. Toh kak Alya sudah seharian bertingkah nakal dan liar.

“Jadii.. kakak nih yang keluar nemuin abang sate itu?” tanya kak Alya dengan nada seolah malah balik menantangku.

“.. Kak Alya berani keluar cuma pakai itu aja?” tanyaku balik lagi, dan jantungku berdebar kencang, entah kak Alya mau melakukannya atau tidak.

“Adek liat kan kakak cuma pakai ini aja? Adek sengaja nggak mau karena pengen liat kakak beli sate pake ginian di depan abang itu kan? Hayoo..” kak Alya menyerangku. Entah kenapa, aku jadi ingin melihat kak Alya melakukannya.

“.. Iya kak, pengen..” jawabku polos.

“Adek liat yah,apa sih yang engga buat kamu dek.. sebenarnya ada lagi siih yang sedang kakak pakai.. hihihi..” lalu kak Alya sambil mencubit hidungku ia berucap, “liat kakak yah..”

Apa lagi yang kak Alya pakai selain seragam lusuh dan celana dalam itu? Tak lama kak Alya keluar menuju teras dan memanggil tukang sate yang umurnya kira-kira setengah tua. Hanya dengan mengenakan pakaian itu, membuat paha putih kak Alya terpampang kemana-mana. Untung saja kak Alya membeli sate ayam itu dari balik pagar yang tingginya sedada kak Alya. Tapi kalau si abang benar-benar mendekat sampai ujung atas pagar, pasti si abang bisa melihat jelas paha putih kak Alya yang sangat mulus. Paha perempuan cantik yang sedianya kemana-mana selalu berpakaian tertutup dan berkerudung.

Sedang aku berdiri mematung di balik jendela ruang tamu, melihat kak Alya sedang beraksi. Di samping menunggu bakar-bakaran si abang selesai dibuat, aku lihat sesekali kak Alya menunduk sambil menutup mulutnya, lalu kembali melirik kearahku sambil tersenyum nakal.
Bahkan kali ini kak Alya mencoba membuka kancingnya satu persatu sambil berbicara dengan abang si penjual yang sedang sibuk memasak dan posisi gerobaknya tidak begitu jauh.

Kak Alya menghadap kearahku. Seluruh kancing seragam kak Alya sudah terbuka semua. Lalu dengan gaya nakal kak Alya perlahan-lahan membuka lebar kemejanya sehingga nampak buah dada kak Alya yang putih itu. Dua buah payudara yang ranum dan menggemaskan dengan puting mengacung tegak menunjukku. Kak Alya benar-benar nekat. Bagaimana kalau si abang itu melihat kak Alya berpose seperti itu?

Saat mendadak si abang itu mendekat entah untuk apa, kak Alya langsung cepat-cepat merapatkan tubuhnya ke pagar hingga dadanya tergencet pagar supaya si abang tak melihat dari tepi pagar. Untung saja pagarnya dilapisi fiber gelap.

“Satenya tadi berapa bungkus mba?”

“Lima bungkus deh pak, lagi rame nih kebetulan, hihihi.. ouughh..” kak Alya menjawab tapi terpotong. Kak Alya kulihat menundukkan wajahnya sambil memegang tepian pagar dengan kedua tangannya.

“Iya deh.. anu mba, mba ga papa?” tanya si abang khawatir.

Kak Alya hanya menggeleng sambil tersenyum saja. Ada yang aneh dengan kak Alya. Apa kak Alya masuk angin karena hanya berpakaian seperti itu seharian. Biasanya juga malah tidak berpakaian apa-apa.

“Woi bro! Hehe.. Serius amat liatnya. Liat apaan sih?” Dado datang mengagetkanku sambil ikut melihat keluar melalui jendela. Aku tidak menjawab pertanyaan si brengsek ini karena kesal.

“Kak Alya emang baik bener ya bro? Hehe.. Udah baik, cantik, putih bening lagi kulitnya.. ya ngga bro? Pasti semua cowok pada ngejar-ngejar kakak lo kan bro?” Dado mulai bertanya seolah ada maksud yang aku tak peduli.

“Gue yakin pasti semua pengen banget ngentotin kakak lo.. termasuk lo juga kan bro? Hehe, yakin gue..” Dado menebak dan memang tepat sasaran. Aku tak bisa bersembunyi lagi, karena buktinya saat kak Alya dientot mukanya, aku malah coli dan ejakulasi di depan kak Alya. Bahkan aku melakukan dua kali, di depan teman-temanku. Kak Alya…

“Bro.. lo suka kan gue panggil kakak lo lonte tadi? Hehe.. jangan salahin gue ya.. tapi emang kakak lo yang suka diapa-apain kayak gitu. Gue aja ngga nyangka kakak lo kayak gitu.. sorry nih ya bro, lonte banget..”

Aku seharusnya marah. Tapi aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku menyerah pada keinginan untuk melihat kakakku tercinta yang cantik ini diperlakukan tak senonoh oleh orang-orang yang kontras darinya. Tapi aku tak menyangka saja kalau ternyata akhirnya teman-temanku yang juga ikut melecehkan kak Alya.

“Bro.. nih bro, pegang deh..” Dado menyerahkan HPku yang diambil dari kamar kak Alya. Apa maksudnya?

“Telpon deh kakak lo.. hehe..” Dado meyuruhku menelpon kakakku?

“Buat apaan sih Do?” tanyaku merasa aneh.

“Lo coba aja.. tar lo ketagihan deh.. hehehe.. buruan lo, kelamaan nih.. pantes aja kakak lo keburu dipake ama orang-orang..” Dado mulai berkata kurang ajar padaku. Tapi karena penasaran, akupun mulai menghubungi kakakku. Nada tunggu lama tak diangkat dan terputus. Begitu juga untuk panggilan kedua. Sampai akhirnya aku sedikit demi sedikit mulai menyadari sesuatu.

Awalnya setiap kali kuhubungi kak Alya merespon dengan gaya tertunduk. Kukira dia akan mengangkat telpon yang mungkin saja dia pegang atau ditaruh disaku seragam terkutuk itu. Tapi tak ada satupun yang kak Alya terima. Kutelpon terus, dan kak Alya masih merespon dengan gerakan yang sama, terkadang menutup mulutnya. Tapi semakin kesini pegangannya pada pagar semakin erat.

Kak Alya terlihat kakinya seperti gemetaran, dan dilihat cepatnya naik turun gerakan dadanya, kak Alya terlihat bernapas seperti terengah-engah.

“Pada pake lontong semua kan mba?”

“Iya pak.. eeghh.. lontongin yah semua pak..” jawab kak Alya terlihat wajahnya memerah.

“Kalo pake lontong biar tambah kenyang sih mba..” Si abang menimpali dengan lugu.

“.. Eemmhh.. Bener Pak.. makin banyak lontongnya.. makin baguss.. Eeghh.. makin enak Paakkh..” pegangan kak Alya semakin kuat pada pagar.

“.. Eh.. iya mba.. Anu.. Iya.. makin panjang juga lontongnya makin enak ya mba?” si penjual mulai salah tingkah sambil coba-coba mulai nakal pada kakak..

“.. Uugh Pak.. makin panjang makin penuh di dalem perut Alya Pak.. Alya suka Pak, Uuhh..” Alya mulai meracau tak terkendali. Aku sepertinya tahu kenapa kak Alya jadi meracau begini. Aku hanya menoleh pelan ke arah Dado. Dado membisikkan ke telingaku bahwa ia memasukkan sesuatu kak Alya ke vaginanya, dan celana dalam Dado yang dikenakan kakakku menahan sesuatu yang dimasukkan Dado kedalam kak Alya supaya tidak jatuh.

Kini jelas, setiap aku hubungi, sesuatu di dalam kakak ikut bergetar. Dan tiap getarannya membuat kak Alya menggelinjang hebat. Kini aku seperti memiliki mainan baru dari Dado. Antara yakin tak yakin memperlakukan kakakku seperti ini. Tapi aku sungguh menikmatinya.

Kak Alya menggigit bibirnya dan dengan pelan menekan tubuhnya rapat ke pagar, seperti sedang menahan sesuatu. Semua itu kak Alya lakukan di depan si abang sate ayam yang hanya dibatasi oleh pagar. Dan yang terlihat dari kak Alya hanyalah wajahnya yang cantik bersemu merah karena horni berat, serta leher jenjang putihnya dan atas dadanya yang terlihat mengkal mengeras.

Aku sambil terus menghubungi kak Alya, mulai kugosok-gosok celanaku yang terasa sempit dari tadi.

“.. Ouugh... Pak.. lontongnya yang banyak yah... juga panjang-panjang...” kak Alya mulai terlihat bergetar hebat sambil melihat si abang itu terus. Tiba-tiba kak Alya dengan satu tangan masih memegang erat pagar, mendorong tubuhnya menjauh dari pagar dan menutup mulutnya erat-erat dengan tangan satunya. Kak Alya terdengar menjerit tertahan. Kak Alya orgasme! Dan aku pun menyusul muncrat sambil memegang tongkolku yang menegang keras di dalam celanaku. Ya, aku bahkan tak sempat mengeluarkan tongkolku. Aku benar-benar payah. Kini celana ku basah karena pejuhku sendiri. Memalukan.

“Mba.. mba.. ini satenya lima bungkus, hehehe... a-anu mba, saya juga mau loh yang enak-enak, hehehe...” si abang mendekat kak Alya.

Kak Alya mengumpulkan sisa tenaga dan menghadap si abang lagi, “ini Pak, uang lima puluh ribu.. ambil aja kembaliannya.. enak kan Pak? Hihi.. makasih ya Pak..” seraya Alya bergaya imut dengan memiringkan kepala lalu meninggalkan si penjual yang merasa dongkol itu. Uugh kak Alya. Berani amat, ga takut diperkosa apa? Nakal bener kak Alya.

Setelah masuk kak Alya disambut oleh teman-temanku dengan sorakan.

“Waaa! Gila nih lonte, asli bikin gue panas dingin loh.. Aldi aja ikutan panas dingin ampe ngompol, hahaha!” Dado menghina kak Alya dan meledekku.

“Hihi.. tapi udahan kan? Kakak boleh gak keluarin sekarang? Ngeganjel banget tau?”

“Yoii! Keluarin aja.. biar si Aldi liat, hehe..” Bono yang sudah datang karena sate ayamnya tiba ikut nimbrung sambil mengurut-urut tongkinya yang hitam. Aku jadi ingat kemarin, soal bon bon hitam.

“Adeek.. liat yah, hihi.. ada yang mau keluar nih.. uugh..” wajah kak Alya seperti menahan sesuatu.

Kak Alya memelorotkan celana dalamnya pelan-pelan. Dari mulut vaginanya terlihat tali gantungan dengan ujung bandul kepala hello kitty menjuntai keluar dari dalam ditarik perlahan oleh kakak, hingga akhirnya keluar meluncur bebas jatuh ke lantai keluar dari persembunyiannya. Benar seperti dugaanku, vagina kakak dimasuki HP oleh mereka, HP kak Alya benar-benar terlumuri cairan-cairan pelumas kak Alya yang kental. Bahkan masih ada yang menetes dari vaginanya.

“Adeek.. liat deh tuh kerjaan temen kamu, basah deh HP kakak, huuuh.. kak Alya kayak abis melahirkan aja... kamu bisa bayangin ga sih dek, kalo yang keluar dari sini tuh bayi beneran? Hihi..” kak Alya mulai lagi dengan nakal memancingku seperti seorang pelacur asal ngomong.

“..Uugh.. bayi kak Alya?” aku merasa tegang kembali.

“Iya dek.. kak Alya kayak dihamilin.. terus keluar baby.. kebayang ngga sih? Hihihi” kak Alya malah bertingkah geli sendiri di hadapan teman-temanku.

“Ga usah pura-pura, beneran juga gue kasi buat nih cewek.. hehe, gue hamilin yah..”
Dado memotong. Sementara yang lain mulai beranjak mendekati kak Alya. Ada yang mulai grepe-grepe. Dan ada yang meremas susu kak Alya. aku masih terperanjat melihat semuanya berjalan begit ucepat.

“Bro.. nih lonte kayaknya suka kalo hamil bro. Gimana kalo gue hamilin bro? Boleh kan?” Bono menimpali.

“Iiih, sembarangan deeh panggil kak Alyanya yaaah...”
“Ah, bukannya kak Alya demen yah? Tadi di kamar mandi gua bisikin perek, pecun, pelacur, lonte, malah melongo ampe mukanya merah gitu, hahaha!”

“Duuuh, apaan siiih! Bohong kok dek, hihihi... masa sih kakak suka dipanggil kotor kayak gitu?”

“Gue juga yakin lo suka kan dientotin kak? Udah berapa cowo yang ngentotin lo kak? Siapa aja sih?”

“Palingan nih cewek udah hamil kali, gak tau siapa aja deh yang udah ngobok-ngobok memeknya hehehehe... bener ngga kak?” mereka saling melemparkan celetukan yang membuat kak Alya makin tak berdaya melawan janjinya sendiri pada adiknya. Kulihat nafas kak Alya malah makin berat, dan bodohnya begitupun juga denganku.

“Inget loh... kakak gak mau sampai kebablasan... udahan yah? Diliatin Aldi tuh... hihi..” kak Alya berusaha menahan mereka, dan akupun seperti menanti sampai sekuat mana kak Alya berpegang pada janjinya itu. Hanya saja kini aku sendiri pun seperti mempertanyakan keteguhanku pada janji yang kupinta sendiri pada kakakku. Karena apabila kakakku akhirnya memang digagahi mereka, akan terjadi di depan mataku sendiri. kak Alya, dengan teman-teman jelek sepermainanku di sekolah.

“Bawel lo cun... bilang aja lo pengen, hehehe... muka lo ampe merah begitu?”
“A-adeeek...”

“I-iya kaaak...”
“Dek.. kak Alya mau dihamilin temen-temen adek nih.. boleh ngga sih dek?” kak Alya bertanya padaku dengan wajah agak ragu-ragu sambil terus digrepe-grepe mereka.

“Uugh, kak Alya.. dihamilin mereka?” tanyaku seperti agak tak terima.

“Iya bro.. itu artinya kita semua bakal ngentotin nih lonte.. kakak lo.. Heh! Lo pengen kan kita entotin? Minta ijin dulu donk ama adek lo tuh?” tanya Dado dengan kasar ke kak Alya.

“Adeek.. temen-temen pengen ngentotin kak Alya nih.. boleh ngga dek?”

“Kak Alya.. pelacur..” hina ku pada kakakku sendiri yang seperti melempar keteguhan janji balik kepadaku.

“Kak Alya nanti dientotin di semua lobang kakak, mulut, memek, sama pantat kalo temen-temen adek mau.. boleh ngga dek?” kak Alya seperti lonte meminta padaku dengan merendahkan dirinya.

“Kak Alya.. lonte..” aku semakin menegang lagi melihat kenakalan kakakku ini.

“Adeek.. boleh yaah..” kak Alya mengiba padaku. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa kakakku yang cantik ini digenjot bersamaan oleh mereka.

Maka ketika aku mengeluarkan kontolku, seperti persetujuan bagi mereka. Teman-temanku mulai menggarap kak Alya.

Aku seperti menyerah pada ketakberdayaan ini hanya bisa berdiri dan terus mengocok batang kemaluanku. Pandanganku hanya tertuju pada kak Alya yang sedang digagahi oleh teman-temanku di ruang tamu. Aku seperti tak ingin pertunjukan kak Alya digarap oleh teman-temanku berhenti begitu saja. Apalagi melihat kakak didorong punggungnya oleh Dado supaya membungkuk sambil masih berdiri membelakanginya.

“Nungging yah kak, hehehe... ouugh brooo, gue kontolin nih kakak lo yang cantik, eeegh..”
“Uuugh deeek... kontol Dado deek... masuk semuaaah.. emmmhh.”
“Gila sempit banget nih meki... Akhirnya gua entotin juga lo kak! Uuuhhh...”
“Eegh.. eeeghh... adeeek, kakak dientot Dado nih deeek... temen kamu nakaaal...”

Sambil bicara nakal dan menggoda kak Alya dientot oleh Dado dari belakang. Tubuh Kak Alya bertumpu pada tepi sofa. Terlihat yang lain sambil mengurut-urut tongkinya sesekali menjejalkannya pada mulut kak Alya. Bahkan secara bergantian. Dan semuanya memperlakukan mulut kak Alya dengan kasar. Berkali-kali kak Alya tersedak, tapi sekalipun kak Alya muntah, tetap saja kak Alya hanya cekikikan saja.

Tidak ingin ketinggalan menggarap kakakku, mereka mengubah posisi lagi. Posisi lain memperlihatkan kak Alya duduk di atas Bono yang sedang tidur terlentang dan memasukkan penis hitamnya kedalam liang peranakan kakak, sedang Bono sambil memegang pinggul kakak menggoyangnya maju mundur dengan tidak sabar.

“Goyang dong lonte! Lo lonte kan? Ayo terus goyang! Entar gue kasi anak lo.. gue bikin hamil.. Eeghh..” tariknya dengan kasar.

“Iyah sayang.. iyah.. uugh.. lonte goyang terus kok.. lonte goyang nih.. Ough..” kak Alya jejeritan ga karuan. Tapi sesekali melirikku, seolah tidak ingin aku ketinggalan sajian dari kakakku yang nakal ini.

“Ayo lonte! Makan dulu.. lo abis muntah kan? Ayo makan lagii.. hehe” Feri langsung menjejelkan mulut kak Alya.

“Gila nih lonte.. mau aja diapa-apain yah bro.. Cuih!” Yanto meludah lobang pantat kak Alya berkali-kali sampai akhirnya dia menempelkan kepala kontolnya di lobang anus kakakku.

“OOUGH! Adeek.. UUGHH! Anus kakak.. eeggh! Anus kak Alya deek.. pelan To, sakit.. uugh!” kak Alya seperti berusaha menahan sakit saat anusnya dijejali kontol Yanto.

Kini kak Alya resmi sudah menjadi objek fantasiku di mana sajian tidak lagi melalui cerita atau suara saja, melainkan di depan mataku, walau harus dimulai dari teman-temanku. Semua lobang kakak dipenuhi oleh mereka. Mulut manis dan imut kak Alya digenjot oleh Feri hingga air air ludah kak Alya meleleh sampai ke dagu. Memek dan Pantat kak Alya dientot dengan kasar bersamaan dengan irama bergantian keluar masuknya kontol Bono dan Yanto.

“Bentar bro.. bentar.. cabut dulu..” seru Dado meminta Feri mengehentikan kegiatan menggenjot mulut kakakku.

“Bro liat kakak lo yang alim bro.. hehe.. cuih! Cuih!” Dado meludah kedalam mulut kakakku yang sedang terbuka berkali-kali. Dan Feri juga ikut meludah tepat di lidah kak Alya yang sedikit terjulur keluar, dengan wajah memerah terlihat kakak sangat menikmati direndahkan orang jelek seperti mereka yang seharusnya menghormatinya. Dan gilanya sambil terus menggoyang pinggulnya, ludah yang teman-temanku ditelan begitu saja oleh kakak. Kakakku benar-benar suka dihina lebih rendah dari seorang pelacur.

“Dasar lonte lo.. gue tinggal pasti dia yang minta dientot.. ya ngga? Jawab donk kak!” hardik Feri ikut terbawa suasana.

“Aaakhh... Iyah... kak Alya minta dientot.. dientot terus... Uuugh.. Adeek..kak Alya boleh ngga jadi lonte? Eeggh.. boleh yaah...” pinta kak Alya ditengah-tengah genjotanya dua kontol di lobang anus dan memeknya.

“Kalo gua ga mau ngentotin lo lagi gimana donk kak lonte? Hehe..”

“Kak Lonte cari orang.. eeghh.. yang mau entotin terus.. uugh.. adeek.. sama anjing kak Alya juga mau, hihi.. eeennghhh..” kak Alya seperti tak bisa kupercaya. Apakah hanya karena terbawa horni hingga tak sadar mengucapkan itu?

“Gila nih kakak lo bro.. lebih parah dari yang gue kira.. hehe..” Dado menghina kakakku.

Kak Alya terlihat mulai kepayahan menghadapi mereka. Mata kak Alya mulai sering menatap kosong ke langit-langit, seperti menahan deraan badai kenikmatan atas perlakuan tak senonoh ini. Melihat genjotan teman-temanku semakin kencang, kak Alya pun seperti kesetanan menggelinjang. Tubuh ramping dan putih kak Alya yang begitu kontras dengan warna kulit teman-temanku tergocang maju mundur dipompa mereka pada ketiga lobang kak Alya, vagina, anus dan mulutnya secara bersamaan. Aku pun mempercepat kocokanku sambil bangkit mendekati kak Alya. Tertatih-tatih aku dan kak Alya melupakan janji sakral kami berdua.

Feri yang sudah tak kuat menggenjot mulut kakakku langsung menumpahkan pejuhnya kedalam rongga mulut kak Alya hingga kak Alya kepayahan menelannya.

Yanto yang sedianya menggenjot anus kak Alya langsung mencabutnya dengan paksa dan berganti posisi dengan Feri yang kini sudah terduduk lemas dengan nafas terengah-engah. Bahkan belum selesai kak Alya mengambil nafas panjang lagi, kini giliran Yanto menjejalkan mulut mungil kakakku. Sambil melirik kearahku, kak Alya memperlihatkan kehinaannya padaku, bahwa ia kakak yang cantik dan sopan, bisa menjadi hina sehina-hinanya dengan mulut penuh pejuh orang-orang yang jelek.

“Nih Lonte.. makan dulu yah.. hehe.. biar sehat, dan bergizi, hahaha..”

“Adeeek, kakak disuruh mamam lagi niiih... liat deh, kontol Yanto dipukul-pukul ke muka kakak nih, mana anget loh kontolnya, hihihi... Aaaa..” kak Alya dengan tatapan nakal dan terangsang tingkat tinggi malah mangap dan menunggu kontol Yanto yang bau itu dijejalkan kedalam mulut kak Alya.

“Aargh gue semprot yah.. telen yang banyak yah njing.. biar sehat, hehe.. Aargh!” sambil menodai mulut kakakku dengan semprotan pejunya, Yanto mengatai kak Alya seenaknya hanya karena kak Alya asal bicara mau dientot anjing sebelumnya.

Setelah dicabutnya kontol Yanto, kak Alya masih menganga akibat paksaan jejalan kontol Yanto barusan. Dengan sedikit memamerkan paju-peju temanku di dalam rongga mulut kakak yang sampi menetes ke dagu, kak Alya terus menatap sayu padaku di tengah goncangan tubuhnya akibat sodokan-sodokan Bono dan Dado yang masih mengapit tubuh ramping kakakku.

Setelah dua temanku K.O. kini tinggal Dado dan Bono yang saling memburu didalam liang vagina dan anus kak Alya.

“Gue bikin hamil lo.. gue entot nih memek lonte ampe hamil.. Uuugh!” Setelah mengejang pertanda muncratnya peju Bono dalam liang peranakan kakak, Bono tumbang. Tapi Dado masih menggenjot pantat kak Alya diatas tubuh Bono yang lunglai.

“Terus sayang.. terus entotin kakak.. kakak suka dientot Dado.. kakak mau dientot terus.. uuugh.. adek.. kakak boleh yah dientot Dado.. tiap hari..” kak Alya mulai meracau tak karuan, dan membuatku hampir klimaks..

“Adeeek.. boleh ya kakak minta dientot terus.. dihamilin... dipejuhin badan sama muka dan mulut kak Alya..”

“AARGH! KAKAK PELACUUUR! KAK ALYA LONTEE!” aku muncrat sejadi-jadinya kesegala arah sambil kupegang erat kontol menyedihkanku.

“...Eeeeggghhh! ADEEEK!” kak Alya mencapai orgasme memanggil namaku dengan kencang.

Sambil duduk aku melihat teman-temanku kelelahan karena ngecrot seharian dilayani kakakku. Begitu juga denganku yang lemas menghadapi siksaan dari tingkah nakal kakak kandungku ini. Ingin rasanya aku juga ikut ambil bagian mencicipi tubuh kak Alya, tapi aku pastinya akan selalu mendapat jawaban yang sama.

Malam ini mereka melanjutkan ronde kedua di dalam kamar kak Alya. Aku yang sudah muak memutuskan untuk tidur saja di kamarku sendiri. Sempat terlihat di mata kak Alya sebuah tatapan kaget tak menyangka ketika melihatku yang justru memutuskan untuk tidak mengikutinya ke kamar. Aku hanya mendengar suara-suara berisik mereka sibuk meledek dan merendahkan kakakku sambil terus melakukan entah apapun itu. Yang kudengar awalnya hanya cekikikan saja, lalu diakhiri dengan jeritan panjang kak Alya. Dan itu terjadi berkali kali sampai tengah malam di mana akhirnya sunyi senyap menandakan mereka sudah tertidur.

Namun tak kusangka, ketika tengah malam pintu kamarku terbuka. Seseorang masuk dan mendekat ke tepian ranjangku.

"Adeeek... kakak boleh gak bobo di sini?"
"Kenapa kak? Kok gak bobo di sana aja?" jawabku ketus berusaha menarik perhatiannya.

"Cuma pengen aja, boleh kan?" tanyanya lagi. Akupun seperti tak mampu menolak, akhirnya ku menerima kak Alya tidur di kamarku. Kak Alya lalu memelukku dari belakang menyadari aku tidak menghadap dirinya.

Setelah beberapa minggu banyak hal terjadi di antara kami berdua, kini semuanya seolah terlupakan dalam sekejap saja dengan pelukan hangatnya. Seolah dalam pelukannya menceritakan banyak hal padaku. Tentang bagaimana sebenarnya dirinya, kenapa aku hanya kebagian coli atas fantasiku tentang kakakku, dan mengapa aku harus memiliki pacar sendiri ketimbang harus menggagahinya yang merupakan kakak kandungku sendiri. Tapi sebagian dari diriku tetap menginginkan kakakku sebagaimana orang-orang lain juga bisa mencicipinya.

"Aku sayang kakak..." Walau aku masih kesal karena dia mau-maunya digagahi teman-teman jelekku, namun aku masih menyayanginya.

"Kak Alya juga sayang kamu dek...makanya cari pacar yah"

"Uuugh... kak Alyaaaa, hehehe..." Dan walaupun aku masih kesal, tetap saja aku tak tahan melihat penampilannya yang masih mengenakan seragam lusuh dengan bawahan sudah tak mengenakan apa-apa lagi itu. Kehadirannya saat ini seolah mengobati rasa kesalku seharian, yang mana saat ini hanya ada aku dan kak Alya di dalam kamarku...

“Kak.. ngentot dong…”
“Jangan… gak boleh!”
“Yah… kak, please dong…”
“Kamu ini… udah kakak bilang gak boleh!”

“….”
"Deek..."
"...."
Adeeek..."
"...."

“Ya udah boleh, tapi cuma kali ini aja ya…”
“Beneran kak?”
“Iya… sekali ini aja, gak ada lagi” ujarnya dengan senyum manis.
“Ng… iya deh kak, gak apa…”

Ugh… senangnya hatiku akhirnya kak Alya membolehkan aku bersetubuh dengannya. Dengan semangat akupun menindih tubuhnya, menggerayanginya, serta menciumi wajahnya berkali-kali. Aku lampiaskan nafsuku yang selama ini tertahan ke padanya. Jika benar yang dia katakan kalau aku hanya boleh sekali ini saja, maka aku harus menggunakannya sebaik mungkin dan sepuas-puasnya.

“Hihihi, Adek… pelan-pelan aja, nikmatin”
“Ngh… iya kak…”
“Puas-puasin yah adekku…”
“Iya kak… makasih.. Aku sayang kakak”

Ketika penisku yang mengeras benar-benar amblas di dalam liang peranakan kak Alya, perasaan dan pikiranku melayang tinggi tak berujung. Aku dan kakak kandungku akhirnya bersetubuh!

Ya... Aku bersenggama dengan kakakku malam ini... berulang-ulang. Bahkan ketika aku sudah ngecrot dan terasa lelah, seolah tak ingin waktu dan kebersamaan dengan kakakku ini berlalu begitu saja, cukup dengan melihat kak Alya yang putih mulus dan bening setengah bugil sambil tersenyum padaku akhirnya aku bangkit lagi lalu kembali menggagahi kakakku sendiri, lagi... lagi... dan lagi...

"Eeghh... kak Alyaaaa... kakaaaaakkuuu..."
"Hihihi... emmmmhh...adeekkuuuu..."

Setelah sekian lama... aku dan kakakku akhirnya bersetubuh...

Aku, adik kandungnya... dan kakakku yang cantik dan seksi, kak Alya...

***
***

“Iya kak, sore nanti aku sampai kok
“Ohh… sore ya? Masih cukup waktu deh kalau gitu”
“Cukup waktu ngapain kak?
“Eh, nggak kok… Udah dulu yah dek. Alamat rumah kakak jelas kan? Kakak tunggu ya di rumah”
“Iya kak, terus…” belum selesai aku ngomong ternyata telepon sudah dimatikan. Dasar, kebiasaan kakak yang ngga pernah hilang.

Tiga tahun berlalu. Masih teringat jelas bagaimana waktu itu kak Alya membolehkan aku menyetubuhinya. Apa yang aku rasakan malam itu sungguh luar biasa. Malam terindah yang pernaha kurasakan selama ini. Walau ternyata memang hanya sekali di malam itu saja, dia benar-benar tidak mengizinkan aku melakukannya lagi bersamanya.

Aku kini sudah kuliah dan tidak tinggal bersama dengan kak Alya lagi. Kakakku sudah menikah dan tinggal bersama suaminya, mas Hendi. Tapi hari ini, aku berencana untuk mengunjungi kakak di rumahnya dan menginap di sana selama liburan semester. Siapa tahu kakak masih mau melepas rindu seperti dulu lagi. Atau mungkin Alya sudah berubah semenjak menikah dengan mas Hendi?

Setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya aku sampai juga di rumah kak Alya. Namun ternyata aku sampai lebih cepat. Aku sampai saat masih siang, bukan sore seperti yang aku perkirakan. Tapi biarlah, malah bagus kan berduaan dengan kak Alya sebelum mas Hendi pulang kerja?

“Tok tok tok” Ku ketok pintu depan rumahnya. Aku tak sabar berjumpa kak Alya lagi. Namun setelah berkali-kali ku ketok tidak ada yang menyahut. Apa tidak ada orang di rumah?? Namun saat ku coba meraih gagang pintu, ternyata tidak terkunci.

Ku coba saja masuk ke dalam sambil berteriak memanggil kak Alya, tapi tetap tidak ada yang menyahut. Bahkan di dalam kamar tidur kakak dan mas Hendi pun tak kudapati ia di sana.

Hingga akhirnya aku mendengar suara aneh dari ruang belakang yang tepatnya di gudang. Ketika menengok ke dalam salah satu kamar, aku terperanjat! Seorang wanita cantik terbaring di atas spring bed bekas sedang ditindih seorang pria! Namun pria yang terlihat tua, berkeringat, dan sedang asyik menindihnya itu bukan suaminya!

“K-kak Alya!”
“Eh, A-adek? Kamu udah sampe??”

Tamat

1 komentar:

  1. C@ri Pengh@sil@n T@mb@han D@ri Hobi J@di U@ng
    B-4NDAR M4-RIO-4D Mau N@w@rin P-ro-mo Website
    Mau Bet Bola | Poker | Slot | Casino | Tangkas | Togel Di M@RIO 4-D
    SEMUA-BANK 0NLINE 24 JAM
    TERSEDIA BONUS NEW MEMBER S-LOT 1o0%
    Link : betmario.org

    BalasHapus